Monday, December 31, 2007

Climate change, etymology, and speaker population

A quick Google search turns up a number of theories on the etymology of the name Tabelbala, none of which correspond to the one that old men here tell me, which appears to me to be much the most plausible. The oasis' name is Tsawerbets in Kwarandzie, Tabelbalt in local Tamazight, and Belbala in local Arabic; they derive it from a tree called awerbel in Kwarandjie and belbal in local Arabic, that used to be common but (presumably due to the lower water table) no longer grows here. [e=schwa] It turns out that belbal is fairly widespread in North African Arabic, and refers to a type of pine; it's also attested in Taznatit, as abelbal. The normal Berber diminutive gives tabelbalt, and the usual Kwarandjie shift of l>r and t>ts would give tsaberbelts; intervocalic b>w is irregular, but I have heard it in other contexts, and final clusters tend to be simplified, which would give tsawerbets. Berber diminutive morphology is not productive in Kwarandjie, so it's hard to imagine this being a folk etymology. If this is correct, the very name of the oasis, like its many acres of ruins and its hundreds of dried-up foggaras, is a mute testimony to a time not too long ago when it was much greener and wetter.

At the moment, Kwarandjie turns out to have roughly on the order of 3000 speakers, adding up the populations of the three villages as given to me by a local official (himself a speaker) and assuming the minority that doesn't speak it at all is made up for by all the emigrant speakers in Tindouf and Bechar. This represents about half the population of the oasis; the other half is in el-Kartsi (le Quartier), the newer town centre. Despite the endangerment discussed in the previous post, this is larger than it's been at any point since 1908, when Cancel counted barely 500 or so speakers. But even in Cancel's time most of the foggaras were dry, and a few centuries earlier refugees had fled the area for places like Mlouka and Ktaoua; in earlier periods the number of speakers may have been significantly larger, judging by the ruins of their houses, which seem to cover an area rather larger than the present settlements do. That former climate might help explain why the oasis not only kept a language that has remained practically nowhere else in the thousand kilometers between it and Timbuktu, but also kept much more Songhay vocabulary than the other northern Songhay languages - even words like hawi "cow", referring to items currently totally absent from the oasis, or tsyu "read" and genga "pray", referring to concepts strongly associated with Arabic. The historic decline in the oasis's population and prosperity has surely itself had its effect on the language, letting words associated with particular specialties (perhaps silverwork, for example) to vanish for lack of customers to sustain them, or ones for species to vanish with their referents (as the word asiyed, "ostrich", has nearly finished doing - I've only found one speaker who knew it, although Champault confirms it). But is there any way to prove the existence of such an effect, or measure it?

Friday, December 28, 2007

Topik 69: Mudhof Ilaih (Lanjutan) - Pembesar Penjahat

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Seharusnya kita masuk ke surat An-Nashr ayat 2, untuk kita membahas masalah isim haal atau adverb (Kata Keterangan). Akan tetapi kita tambahkan sedikit mengenai Mudhof di topik 69 ini. Biar tuntas gituh... (karena rasanya masih ada yang perlu saya sampaikan).

Oke baiklah. Sekarang quiz dikit:

Apa bahasa Arabnya: The house of the big man is nice.

Jawab: Bahasa Arabnya:

بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)

Bahasa Indonesia-nya:

Rumah laki-laki yang besar itu bagus.

Nah, yang menarik bagi saya (atawa kita-kita yang masih pemula ini adalah), bahwa bahasa Inggris maupun bahasa Arab, tidak mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi:
1. Objek
2. Pemilik dari Objek
3. Sifat dari Pemilik Objek
4. Sifat dari Objek

Eh eh... kok rumit seh??? Ehm... maksudnya begini.

Coba baca kalimat ini:

Rumah laki-laki yang besar itu bagus.

Apa yang besar dan apa yang bagus? Apakah yang besar laki-lakinya atau rumahnya? Yang hampir pasti tidak menimbulkan keraguan bahwa kata "bagus" dalam kalimat diatas, tentulah sifat untuk Rumah. Bener kan? Tapi bagaimana dengan kata "besar". Mensifati siapakah/apakah kata "besar" disini?

Kalau ditelisik dari struktur bahasa Inggris-nya, kita tidak menemui kesulitan:

The house of the big man is nice.

Terlihat yang "big" (besar) itu sifat dari "man" (laki-laki), sedangkan "nice" (bagus) itu sifat dari "house" (rumah).

Jelas bahwa:
1. Objek: The house
2. Pemilik dari Objek: the man
3. Sifat dari Pemilik : big
4. Sifat dari Objek: is nice

So, kita mudah sekali menentukan 4 hal itu bukan?

Lalu dalam bahasa Arab, juga mudah.
بيتُ الرجلِ الكبيرِ جميلٌ - baytu ar-rajuli al-kabiiri jamiilun (dibaca sambung: baytul rajulil kabiir jamiil)

1. Objek: بستُ baytu
2. Pemilik dari Objek: الرجلِ ar-rajuli
3. Sifat dari Pemilik : الكبير al-kabiiri
4. Sifat dari Objek: جميلٌ - jamiilun

Dari keterangan diatas kita bisa pelajari bahwa, susunan (Objek+Pemilik Objek)rangkaian ini menjadi kata majemuk (mudhof), dimana bisa diterjemahkan sebagai Objek "OF" Pemilik Objek.

Dalam contoh diatas:
بيتُ الرجلِ - baytul rajuli -- house of the man -- rumah milik laki-laki itu

Adanya tambahan al-kabiiri الكبير - disini menjadi sifat dari the man Al-Rajul. Tahunya dari mana? Entar dulu, kok bisa tahu sih? Jawabnya: Karena sama-sama ada AL (lihat AL-Rajuli & AL-Kabiiri) alias sama-sama definitif/ma'rifah, dan sama-sama ber-i'rob (harokat akhir) kasroh [yaitu rajulI dan kabiirI). Sehingga menjadi:

الرجلِ الكبيرِ - al-rajuli al-kabiiri (laki-laki yang besar itu)

Karena 2 faktor itu (sama i'rob, dan sama ma'rifah) --> dipastikan kabiir itu sifat dari rajul.

Akan tetapi kalau i'rob beda:

الرجلِ الكبيرُ - Al-Rajuli Al-Kabiiru --> karena i'rob kabiir adalah dhommah (kabiiru), berbeda dengan rajul yang kasroh (rajuli) --> maka kabiir disini bukan sifat dari rajul lagi. Jika ini kasusnya maka kabiir menjadi sifat dari baitu (rumah).

Sehingga kalau ditulis:
بيتُ الرجلِ الكبيرُ - baytu al-rajuli al-kabiiru
The house of the man is big. Rumah milik laki-laki itu besar.

Disini kabiir berfungsi sebagai sifat dari rumah, bukan laki-laki lagi.

Terlihat bahwa pengetahuan mengenai i'rob menjadi penting dalam menentukan fungsi dan kedudukan suatu kata. Kita sudah lihat dengan merubah i'rob kabiir, dari kabiiri menjadi kabiiru, maka dia berubah fungsi, yang awalnya sebagai sifat dari Pemilik Objek (the man), menjadi sifat objeknya (the house). Itulah inti pelajaran nahwu. Makanya isinya pelajaran nahwu, itu adalah mengetahui i'rob. Karena beda i'rob, maka beda arti.

Saya pernah dikasih kuiz oleh teman saya namanya Habib Fahmi. Coba menurut antum kata-kata dalam surat 6 ayat 123, yaitu أكابر مجرميها - akaabira mujrimiiha:
a. Penjahat-penjahat yang terbesar
b. Pembesar-pembesar Penjahat

Saya jawab: b. Alasan saya, karena kata akaabira mujrimiiha itu adalah kata majemuk, dimana:

mudhof (Objek): akaabira = pembesar-pembesar
mudhof ilaih (Pemilik Objek): mujrimiiha = (pen)jahat

Saya bilang ke teman saya, fokus nya adalah Objeknya dong: yaitu pembesar-pembesar.

Lalu teman saya itu mengatakan: Antum kayaknya salah. Coba check Quran terjemahan. Disitu diterjemahkan: Penjahat-penjahat terbesar. Saya check di Al-Quran digital di komputer saya, eh bener begitu diterjemahin, sbb:

6:123. Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri penjahat-penjahat yang terbesar agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

Hhmm saya sungguh penasaran. Lalu setelah memeriksa beberapa kitab tafsir (seperti Ibnu Katsir, dll), memang jelas bahwa yang dimaksud atau dituju oleh ayat itu adalah pembesar-pembesar (penguasa negeri atau raja-raja -red). Artinya terjemahan bebasnya: Pembesar-Pembesar Penjahat.

Kalau dipakai kaidah "OF/milik dari", maka bisa jadi artinya, pembesar2x milik penjahat, raja-raja milik penjahat. Ini bisa bermakna 2 hal(maaf ini ta'wil saya saja, tidak ada landasan ilmiahnya), 1) raja-raja milik penjahat, artinya raja suatu negeri yang sudah dikuasai oleh penjahat, atau raja suatu negri yang sudah bersekongkol dengan penjahat, atau 2) kelompok penjahat yang memiliki ketua. Jika arti kedua ini yang dipakai, maka sesungguhnya, terjemahan dari versi Quran yang banyak beredar tidak masalah. Karena antara penguasa suatu negri, tidak ada kaitan dengan ketua penjahat.

Masalahnya, kalau artinya yang pertama? Jika arti yang pertama, maka bisa berabe juga. Karena dengan pengertian ini terkandung makna, pembesar-pembesar (raja suatu negri), punya potensi berbuat yang tidak baik, sehingga menjadi penjahat. Sehingga dia dinobatkan sebagai raja (negeri itu) plus sekalian raja penjahat. Dalam kasus ini, raja itu sekaligus penjahat (beda dengan yang tadi, antara raja dan penjahat, dua orang yang berbeda).

Dengan model terjamah letterleijk (pakai kaidah Mudhof+Mudhof Ilaih), ayat itu menjadi sbb:

6:123. Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri Pembesar-pembesar (raja2x) Penjahat, agar mereka melakukan tipu daya dalam negeri itu. Dan mereka tidak memperdayakan melainkan dirinya sendiri, sedang mereka tidak menyadarinya.

Allahu a'lam. Saya tidak ingin menta'wil terlalu jauh. Lagi pula, kita hanya membahas masalah kaidah penerjemahan mudhof, kan... Yang ingin saya sampaikan, pengetahuan mengenai mudhof ini membantu "menajamkan" terjemahan yang pas. Lihat bahwa dalam kasus 6:123 diatas, dengan menggunakan kaidah mudhof ini, lebih mendekati kepada apa yang tertulis dalam kitab-kitab tafsir tentang ayat ini. Allahu a'lam (bisa jadi saya salah).

Oke, sampai disini dulu ya... Insya Allah kita akan lanjutkan.

Thursday, December 27, 2007

Is this normal in language shift?

When I first got here, I thought I was seeing a textbook language shift situation. But I gradually realised something that I don't remember encountering mention of in my textbooks: there's a whole generation of fluent speakers here (most speakers under 25, actually) who only learned it in their early teen or preteen years. Most parents since the eighties speak only Arabic to their children, but the language is in wide use in situations like football games and farm work, and the younger ones seem to have picked it up there; in fact, it seems possible that the process is continuing with the even younger kids. Does anyone know of a similar case, or am I right in thinking this is a little unexpected?

Wednesday, December 26, 2007

Topik 68: Mengulang Mudhof Ilaih

Bismillahirrahmaanirrahiim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan membahas mengenai surat An-Nashr. Baiklah kita mulai.

إذا جاء نصر الله والفتح - idza jaa-a nasru allahi wa al-fathu

idza: jika
jaa-a: telah datang
nasrullahi: pertolongan Allah (Help of Allah)
wa: dan
al-fathu: kemenangan (victory)

Pembaca yang dirahmati Allah, ada yang perlu kita ulang-ulang disini yaitu bentuk dari Mudhof Ilaih. Sudah kita singgung di beberapa topik yang lalu, akan tetapi kita ulang lagi disini, biar lebih mantafff getoh...

Oke. Perhatikan kalimat diatas. Pertama, kita analisis dulu struktur kalimatnya. Oke, kalimat diatas terdiri dari kata penghubung idza (إذا). Sekarang kalau kita buang kata idza kalimat tersebut akan menjadi:

جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu

Disini kita bertemu dengan kalimat fi'iliyyah (jumlah fi'liyyah). Eh ngomong2x kita pernah bahas gak ya pembagian kalimat (aqsam al-jumlah) dalam bahasa Arab? Belum atau sudah ya (maaf saya lupa, maklum udah umuran).

Hmm anggaplah belum ya. Oke. Dalam bahasa Arab, kalimat dibagi 2, yaitu:
1. Jumlah Fi'liyyah (kalimat yang dimulai kata kerja)
2. Jumlah Ismiyyah (kalimat yang dimulai dengan kata benda)

Nah kalimat جاء نصر الله والفتح - jaa-a nasrullahi wa al-fathu , ini adalah kalimat fi'liyyah, karena dimulai dengan Kata Kerja, yaitu KKL jaa-a (datang). Siapa yang datang? Ingat setiap fi'il (Kata Kerja) membutuhkan fa'il (pelaku alias subjek). Subjeknya biasanya setelah fi'ilnya.

Kalimat diatas subjeknya adalah نصر الله والفتح - nasrullahi wal fathu. Itulah subjeknya.

Secara umum banyak pola kalimat dalam bahasa Arab, dimana dia dibentuk dari jumlah fi'liyyah. Contohnya:

ضرب زيدٌ - dhoroba zaidun : Zaid telah memukul (jumlah fi'liyyah)

Agak sedikit beda dengan bahasa kita. Kalau kita letterleijk menerjemahkan kalimat diatas, maka mestinya, di terjemahkan "Telah memukul (sesuatu) si Zaid". Bedanya adalah dalam bahasa Indonesia, struktur kalimat itu diawali dengan Pelaku diikuti kata kerja. Sehingga kalau mengikuti ini kalimat diatas menjadi:

زيدٌ ضرب - Zaidun dhoraba : Zaid telah memukul (jumlah ismiyyah).

Perhatikan bahwa Kalimat diatas telah berubah menjadi jumlah ismiyyah. Dalam bahasa Indonesia kita tidak memiliki "kebebasan" seperti dalam bahasa Arab diatas.

Contohnya:

Zaid menulis --> (betul secara bahasa Indonesia). Dalam bahasa Arab: زيدٌ كتب - Zaidun kataba.

Menulis Zaid --> (salah secara bahasa Indonesia). Sedangkan dalam bahasa Arabnya tetap benar, yaitu كتب زيدٌ - kataba zaidun.

Disitu letak bedanya. Di bahasa Arab, posisi subjek boleh sebelum kata kerja, atau setelahnya.

Oke. Kembali ke topik utama... Kita mau bahas mengenai Mudhof Ilaih.

Perhatikan kata نصرُ اللهِ - nashru Allahi (dibaca cepat nashrullohi). Inilah dia mudhof (kata majemuk). Pas belajar ini saya sendiri juga rada bingung dengan definisi kata majemuk. Oke, tinggalkan yang susah, ambil yang mudah, pakai cara saya saja. Hehe...

Paling gampang belajar mudhof ini kalau kita mengerti struktur bahasa Inggris, tentang kepunyaan.

Misal kita katakan begini.

Umar's book (buku milik si Umar). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:

book of Umar (buku milik si Umar).

Nah bentuk: book of Umar ini lah yang disebut Mudhof, dalam bahasa Arab.

Contoh lain:

Allah's messenger (Rasul milik Allah / Rasul Allah). Bisa kita jadikan dalam bentuk "OF", yaitu:

Messenger of Allah.

Bagaimana bahasa Arab nya : Messenger of Allah?

Oke.

Messenger : رسولٌ - rasuulun
Allah: اللهُ - Allahu

Sehingga messenger of Allah = رسولُ اللهِ - Rasuulullahi.

Hmm... bentar-bentar kok bukan: رسولٌ اللهُ - Rasuulun Allahu (atau Rasuulullahu)?

Nah disini aturannya muncul (weleh aturan lagi... aturan lagi). Tenang, banyak latihan saja. Aturan gak usah dihafalin.

Kata rasuulun disebut mudhof, sedangkan kata Allahu disebut mudhof ilaih. Aturannya, Mudhof itu tidak boleh bertanwin, sehingga rasuulun harus dhommah saja menjadi rasuulu. Trus, mudhof ilaihi itu harus kasroh. Sehingga Allahu menjadi Allahi. Udah deh, cuman 2 itu aturannyanya... gampang kan.

Contoh lain:
baytun : rumah = house بيتٌ
Allahu : Allah

house of Allah (rumah Allah)? --> baitu Allahi (baitullahi) بيتُ اللهِ

Contoh lain:
qolamun : pen = pena قلمٌ
al-ustaadzu : ustadz الأستاذُ

the pen of ustadz (pena ustadz)? --> qolamu al-ustaadzi (qolamul ustaadzi) قلمُ الأستاذِ

Nah dalam surat An-Nashr ini ada contoh lain:
Help of Allah.
Help = nashrun نصرٌ

Sehingga Help of Allah نصرُ اللهِ - nashru Allahi (atau nashrullahi) : pertolongan Allah.
Demikian seterusnya. Kita telah ulang-ulangi topik mengenai mudhof ilah ini, semoga dengan diulang-ulang tambah jelas ya. Insya Allah, kita akan bahas mengenai adverb pada topik setelah ini.

Topik 67: Latihan Surat An Nashr

Bismillahirrahmanirrahim.

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan memasuki latihan surat Pendek yang baru yaitu surat An-Nashr (pertolongan). Surat ini sengaja saya pilih, karena ada beberapa kaidah bahasa Arab yang menarik untuk dipelajari atau diulang-ulang. Diantaranya topik mengenai mudhof ilaih (kata majemuk), mashdar, isim haal (adverb), dan lain-lain.

Surat An-Nashr ini dalam dalam pembahasan ilmu Tafsir, sering diangkat sebagai contoh, bahwa Tafsir Al-Quranul Karim itu sudah ada di zaman Shahabat RA. Tafsir Al-Quran yang paling awal ada pada zaman Rasulullah SAW masih hidup. Shahabat RA, jika tidak tahu pengertian suatu ayat, maka para shahabat RA bertanya ke Rasulullah SAW. Rasulullah SAW kemudian menjelaskan maksud ayat yang ditanya. Penjelasan Rasulullah SAW itu terekam dalam kitab-kitab Hadist.

Generasi Tafsir selanjutnya adalah, Tafsir Shahabat.

Diceritakan dalam Shahih Bukhori:

Ibnu Abbas RA, berkata: Umar biasa membawa saya dalam perkumpulan jamaah mantan tentara-tentara perang Badar. Akan tetapi, ada seseorang yang seakan-akan tidak senang dengan kehadiran saya dalam perkumpulan itu. Orang itu kemudian berkata: "Umar, mengapa engkau membawa anak kecil ini yang seumuran anak-anak kita(waktu itu Ibnu Abbas masih kecil -pen), berkumpul bersama kita?". Lalu Umar berkata: "Sungguh, anak ini salah seorang yang kalian telah kenal".

Suatu hari Umar mengundang mereka, dan saya, untuk duduk bersama-sama dalam satu majelis. Dan saya tidak mengira, dia tidak mengundang saya, kecuali hanya bermaksud untuk memperlihatkan saya kepada mereka. Lalu Dia berkata: "Apa pendapatmu mengenai firman Allah berikut:
إِذَا جَآءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ

(bila datang pertolongan Allah dan kemenangan)

Lalu beberapa orang dari mereka berkata: "(Ayat itu maksudnya) Kita diperintahkan untuk memuji Allah dan mencari pengampunannya, pada saat kita diberikan pertolongan dan kemenangan". Beberapa orang yang lain diam saja, tidak berkata apa-apa. Lalu Umar berkata ke saya: "Betul begitu yang engkau katakan, ya Ibnu Abbas?". Lalu aku jawab: "Tidak". Dia kemudian bertanya: "(kalau begitu) Apa yang kamu katakan?". Lalu saya jawab: "Itu adalah masa akhir kehidupan Rasulullah SAW yang Allah SWT menginformasikan ke Beliau SAW. Allah berfirman: Jika datang pertolongan Allah dan kemenganan, itu berarti tanda-tanda dari akhir hayatmu (akhir hayat Rasulullah SAW-pen).

Maka bertasbihlah dengan memuji nama Tuhanmu, dan minta ampunlah, sesungguhnya Dia Maha Penerima Taubat.

Kemudian Umar bin Khattab berkata: "Aku tidak tahu (penafsiran lain-pen) selain yang engkau sebutkan itu".

Demikian, kutipan dari Tafsir Ibnu Katsir.

Sebagian ulama tafsir, menjelaskan pengertian yang dibawa oleh Shahabat Ibnu Abbas RA diatas adalah ta'wil ayat.

Maka jelas bagi kita bahwa Tafsir Al-Qur'an (maupun ta'wil) itu telah ada sejak zaman permulaan Islam sejak diturunkannya Al-Quran itu sendiri.

Adapun asbabun nuzul (sebab turun surat An-Nashr ini), dari riwayat Abburrazaq diceritakan bahwa ketika Rasulullah saw. masuk kota Makkah pada waktu Fathu Makkah, Khalid bin Walid diperintahkan memasuki Makkah dari jurusan dataran rendah untuk meggempur pasukan Quraisy (yang menyerangnya) serta merampas senjatanya. Setelah memperoleh kemenangan maka berbondong-bondonglah kaum Quraisy masuk Islam. Ayat ini (S.110:1-3) turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk memuji syukur dengan me-Maha Sucikan Allah atas kemenangannya dan meminta ampunan atas segala kesalahan.

Demikianlah secara singkat penjelasan mengenai surat An-Nashr ini. Kita insya Allah akan masuk dengan latihan.

Monday, December 24, 2007

This Is Too Much

Anyone complaining about rising Islamist influence in Iraq hasn't seen Iraqi blogs, where the hell are the Islamic blogs? I can't think of any! On the other hand, this is the third atheist blog in a row.

Poor Iraqi is a half-Kurdish man writing from Erbil, he has only two posts so far and the last one is in October, which might mean he lost interest, but anyway, this is his introductory post:

اولا السلام على الجميع اعرفكم بنفسي انا عراقي من اب كوردي و ام عربية وفي الرابعة والثلاثون من عمري متزوج ولدي 2 من الاولاد اكملت الدراسة الثانوية الفرع الادبي ومن ثم اكملت سنتين في معهد المعلمين وحصلت شهادة الدبلوم في بغداد ومن ثم اكملت الخدمة العسكرية الاجبارية البالغة سنة ونصف ,احب القرأة كثيرا وبعد تعمقي بالديانة الاسلامية وتأثري بأصدقائي من المسلمين ذوي المذهب السلفي السني الوهابي واطلعت ايضا على باقي المذاهب الاسلامية والفلسفية وقرات عن علم الكلام في الثقافة الاسلامية دخلت في متاهه فكرية ضلت تراود فكري حول تناقضات الدين ,وبعد دخول الامريكان واسقاط نظام صدام واطلاعي على الانترنت الذي كان ممنوعا في العراق او مراقبا في احسن الاحوال نمت لي قناعة ترك الدين من خلال الافكار التي ترسخت لي وتلك الحقائق الدامغة على ضعف هذا التفكيرالقاصر اي التفكير الديني , فالدين عبارة عن حاجة نفسية للأطمنان الذاتي والاستقرار فهو باختصار صنع الانسان كما صنع الانسان القديم صنما من الطين ليعبده , فيما تطور العقل فصار هذا الاله لا يرى ولكن يحسب له الف حساب,انا اقتناعي ليس الحاديا بل اعتقد ان هناك مكونا ذكيا كون الوجود لكن ما هو لا احد يدري لا عبقري يجمع الناس من حوله ويقول ان رسول الاله قد نزل عليه ولا مسكين قد قال انا ابن هذا الله. والانسانية تنتظر الجواب وشكرا

And his other post lays down his supposed theory of superior intelligence of some races over others, citing the black man's lack of civilization as an example.

Eid Mubarak / Happy Holidays!

Sahha Eidkoum, Eid Mubarak, and `agbwa lgabel to everybody out there! And to the rest of you, hope you're having a great holiday and a well-deserved break. Eid here in Tabelbala was good - plenty of mutton, couscous, and maqq, a dish made with boiled dates and bread which tastes rather good. And as a nice seasonal bonus, ADSL has arrived: it looks rather unreliable, but no more so than the phone system. The language is still getting more interesting every time I look at it, and I've started making some rather extensive recordings; just the day before yesterday Hadj Berrouk gave me a rather detailed explanation of astronomy. Mind you, all the star names are (dialectal) Arabic, but nonetheless interesting (and the two planet names are Kwarandzie, as are terms like "eclipse", "crescent moon", and "falling star".)

My friend Smail, who works at the local school, has just started a new blog (with some help from me): you can go read it at http://tyahiaoui.jeeran.com.

I hope to meet him on that day

by Bilal MalikI hope to meet him on that day,When all but him shall only pray,For themselves and naught but they.“My Ummah! My Ummah!” he shall say.He cried for us in such a way,The hardest hearts would melt away.What if he asks us on that day?“Why did you leave the Blessed Way?”I hope to meet him on that day,When all but him shall only pray,For themselves and naught but they.“My Ummah! My Ummah!

Wednesday, December 19, 2007

Topik 66: KKS Nashob

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita dalam topik ini akan masuk membahas bentuk KKS Nashob. Loh apa lagi nih?

Begini. Kemaren kita sudah kasih contoh:

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda memakai baju ini.

Nah, bentuk تلبسَ - talbasa itu adalah bentuk KKS Nashob dari تلبسُ - talbasu. Secara arti tetap sama. Talbasa dan Talbasu artinya: memakai (mengenakan - pakaian). Kenapa ada bedanya?

Jadi ceritanya begini. Asal dari KKS itu adalah KKS Rofa'. Nah bentuk dari KKS Rofa' diatas dapat berubah menjadi 2 bentuk:
- KKS Nashob
- KKS Jazm

Hmm... agak membingungkan... It's ok. Intinya ingat saja bahwa, satu KKS itu, dia berubah bentuk menjadi KKS Nashob atau KKS Jazm, jika ada kata pengubahnya (yang disebut Amil, yaitu Amil Nashob dan Amil Jazm).

Dalam kalimat diatas, kata talbasu, berubah menjadi talbasa karena ada Amil Nashob, yaitu AN أن.

Nah Amil Nasho lain, yaitu لن - lan : tidak akan (never)

Kata diatas kita bisa coba ganti AN dengan LAN

أحب لن تلبس هذا اللباس - uhibbu lan talbasa hadza al-libaas : saya senang Anda tidak pernah memakai baju ini (I love that you never wear this dress).

Perhatikan bahwa LAN juga membuat KKS yang awalnya Rofa' (talbasu), menjadi Nashob (talbasa).

Di Quran contohnya sbb (Al-Baqaroh:55):

وإذ قلتم يا موسى لن نؤمن لك حتى نرى الله جهرة - wa idz qultum yaa Musa lan nu'mina laka hattaa nara Allaha jahrah : dan ingatlah (ketika) kalian berkata "yaa Musa, kami tidak akan beriman kepada mu, sampai kami melihat Allah".

Perhatikan bahwa kata nu'minu berubah jadi nu'mina.

نؤمنُ لك - nu'minu laka : kami beriman kepada mu
لن نؤمنَ لك - lan nu'mina laka: kami tidak akan pernah (never) beriman kepada mu.

KKS Rofa' (nu'minu) berubah menjadi KKS Nashob (nu'mina).

Amil lain adalah hatta (sampai). Contohnya ada di surat Al-Baqarah:120.

حتى تتبعَ ملتهم - hatta tattabi'a millatahum : sampai kamu mengikuti millah mereka

Perhatikan bahwa karena ada hatta, kata tatabi'u (KKS Rofa') berubah menjadi tattabi'a. Asalnya sbb:

تتبعُ ملتهم - tattabi'u millatahum : kamu mengikuti millah mereka.

Demikian contoh-contoh dapat kita berikan.

Kesimpulannya: sebuah kata KKS dapat berubah dari Rofa' (kondisi asal) menjadi KKS Nashob, karena adanya huruf 'amil antara lain : AN (أنْ), LAN (لنْ), atau HATTA (حتى).

Insya Allah, kita akan kembali latihan surat-surat pendek, pada topik-topik berikut ini.

Eid Mubarak

Monday, December 17, 2007

3rd Phase Completion of Jamarat Bridge

JEDDAH, 8 December 2007 — With the completion of the third phase of a high-tech Jamrat bridge project in Mina, the stoning ritual has been made much easier and trouble-free for the nearly three million pilgrims who are expected to perform Haj this year. The SR4.2-billion facility can now accommodate 360,000 pilgrims per hour.“The project’s third phase has been completed and is now ready for

Topik 65: An si Jembatan

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Karena ada sedikit waktu luang, saya coba sisipkan satu materi mengenai أنْ - an. Saya kasih judul An si Jembatan. Hehe...

Kenapa disebut Jembatan?

Nah gini... Itu istilah saya saja ya... gak akan ditemukan di buku-buku bahasa Arab lho...

Fungsi AN.

An itu berfungsi layaknya jembatan pada 2 kata kerja. Jadi ceritanya, biasanya kalau kata kerja sesudahnya membutuhkan kata benda.

Misalkan:

Saya suka sama pakaian Anda - I love your dress

أحب لباسك - uhibbu libaasaka

Nah perhatikan polanya:

Uhibbu: adalah kata kerja (fi'il mudhori' - KKS). Setelahnya adalah Libaasaka (isim - kata benda)

Nah gimana kalau saya berkata begini:

Saya suka kamu pakai baju ini - I love (that) you wear this dress

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas

Perhatikan. Mestinya talbasu (You Wear), tapi berobah menjadi talbasa, karena kemasukan An (kita akan perdalam mengenai masalah ini di topik 66, Insya Allah).

Ada 2 kata kerja. Padahal setelah kata Uhibbu (I Love), maka kata ini mengharapkan Isim (Kata Benda). Jadi mestinya begini:

أحب تلبس هذا اللباس - uhibbu talbasu hadza al-libaas

Perhatikan bahwa, dua kata kerja yang berdekatan, ini janggal (bisa dikatakan menyalahi aturan). Ada 2 kata kerja yaitu uhibbu (I love), dan talbasu (You wear), yang berdekatan. Ini gak boleh fren... So, solusinya gimana?

Ini dia solusinya: Kasih saja AN أنْ diantara ke dua kata kerja tersebut. Sehingga kalimatnya menjadi:

أحب أن تلبس هذا اللباس - uhibbu an talbasa hadza al-libaas

Gitu mak cik...

Contoh-contoh di Qur'an cukup banyak. Ambil saja akhir surat Yasin (yang Insya Allah, Bapak2x kita banyak yang hafal surat Yasin ini).

إنما أمره إذا أراد شيئا أنْ يقولَ له كن فيكون - innamaa amruhu idzaa araada syai-an an yaquula lahu kun fayakun - Sesungguhnya kedaannya jika Dia menghendaki sesuatu, hanyalah Dia berkata kepadanya : "jadilah", maka jadilah ia.

Perhatikan bahwa sesudah kata araada (menghendaki) memang ada kata benda syai-an, maka setelah syai-an itupun harus kata benda, sebagai keterangan pelengkap bagi syai-an. Masalahnya adalah setelah syai-an itu ada yaquulu (Dia berkata). Ini adalah fi'il. Masalah kan?

Solusinya adalah, diberikan AN didepan fi'il tersebut. Sehingga menjadi An yaquula (ingat yaquulu, kemasukan An, berubah menjadi yaquula).

Hukumnya gimana?

Oke, kalau kata kerja kemasukan An didepannya maka An+Kata Kerja tersebut, dihukumi sebagai Kata Benda.

Demikian, semoga menjadi jelas ya, kalau ketemu AN di dalam Al-Quran, atau text bahasa Arab, maka itu untuk "membendakan" kata kerja setelahnya.

Kita bisa bikin contoh lain.

I want to (go to) terminal: Saya ingin ke terminal

أريد إلي المحطة - uriidu ila al-mahaththah

Perhatikan setelah uriidu (saya ingin), ada kata JER+MAJRUR. JER=ilaa (ke) MAJRUR=Mahaththah (terminal). Ingat lagi hukum JER+MAJRUR = Isim. Sehingga kalimat diatas gak masalah.

Kalau kalimat diatas saya ubah:

أريد أذهب إلي المحطة - uriidu adzhabuu ila al-mahaththah

Perhatikan ada 2 kata kerja yang berdekatan (uriidu = saya ingin) dan (adzhabu = saya pergi). Ini masalah. Maka perlu disisipkan AN, sehingga menjadi:

أريد أن أذهبَ إلي المحطة - uriidu an adzhaba ila al-mahaththah : saya ingin (bahwa) saya pergi ke terminal.

Nah kalimat ini sudah ok, karena sudah di jembatani oleh An.

Demikian, penjelasan mengenai AN.

Allahu A'lam.

Friday, December 14, 2007

The World

by Zoya Eitezaz Ahmad Dressed in luxuryShe invites usAttractive sure she isWith smile contagiousWith her cunning ornamentsShe attracts the massesThrowing glamour and gleeTo whoever passesTaking us in her armsShe acts comfort and peaceSucking our intellectSoon happiness she seizeOnce we are lost in her eyesShe nibbles at our thinkingCrushing the repent emeraldsSo deep goes her stingingHer voice

Sunday, December 9, 2007

Topik 64: KKT-4

Bismillahirrahmanirrahim

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita akan segera mengakhiri latihan surat Al-‘Ashr ini. Sengaja surat ini saya pilih, karena banyak pelajaran bahasa Arab yang kita bisa dapatkan. Oke sebelum masuk ke penggalan terakhir ayat 3 surat Al-‘Ashr, kita ingat-ingat lagi apa saja yang kita sudah pelajari dalam surat Al-‘Ashr ini.

Oke, kita sudah bahas, ciri-ciri waw dalam kedudukan sumpah (waw qosam). Wal ‘ashri. Demi masa. Demi disitu adalah waw dalam kedudukan sumpah.

Kemudian kita membahas panjang lebar penggunaan Inna, dan saudara-saudara Inna. Dimana kita bahas bahwa Inna itu menashobkan mubtada, dan merofa’kan khobar. Innal insaana (insan, dalam harokat nashob / fathah). Karena Inna ini belawanan secara tugas/fungsi dengan Kaana, maka kita bahas juga mengenai fungsi dan peranan Kaana.

Kemudian kita bahas juga mengenai Illa, dan macam-macam kemungkinan pemakaian kata Illa. Terakhir kita bahas mengenai ciri kata kerja lampau (KKL) untuk jamak yaitu dengan adanya huruf waw alif. Dan kita bahas juga mengenai kata shoolihaat, yaitu mengenai aturan Jamak Muannats Salim.

Sampailah kita pada penggalan terakhir surat Al-‘Ashr ini.

وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashau bi al-haqqi wa tawaashau bi ash-shobri : dan mereka saling bernasehat dengan kebenaran (haq) dan mereka saling bernasehat dengan kesabaran

Apa yang kita akan pelajari? Disini kita akan membahas mengenai KKT-4. Hmmm... sound interesting... Ya, kita akan bahas KKT-4. Ingat kita sudah bahas KKT-1 dan KKT-2, serta KKT-8 (lihat lagi topik-topik terdahulu). Oke... kita singgung sedikiiiiit saja mengenai KKT-1 dan 2. KKT-1 contohnya أنزل – anzala : menurunkan, atau أكتب – aktaba: menuliskan, dll. Ciri KKT-1 yaitu ada tambahan alif dari KK Asli (3 huruf).

Sedangkan KKT-2, adalah KK Asli yang huruf ke duanya di tasydid. Contohnya: نزّل – nazzala : menurunkan, atau كتّب – kattaba : menuliskan. Atau علّم – ‘allama : mengajarkan, dll.

Sedangkan contoh KKT-8 adalah استغفر – istaghfara : minta ampun. Ciri-cirinya, ada tambahan alif sin ta.

Bagaimana dengan KKT-4? Eh, ntar dulu, kok KKT-3 nya gak kita pelajari? Hmm... Pada saatnya nanti kita akan singgung ya (revisi: KKT-3 sudah kita singgung pada contoh qotala: membunuh, dan qootala (ada tambahan alif): berperang). Sekarang kita bahas saja KKT-4... Oke?

KATA KERJA TURUNAN ke 4 (KKT-4)

Misalkan begini. Saya buat kalimat:

Umar bertanya: سئل عمر – sa-a-la Umar
Zaid bertanya: سئل زيد – sa-a-la Zaid
Laili bertanya: سئلت ليلي – sa-a-lat Laili

Nah kalau kita bayangkan mereka bertanya ke ustadnya, kita bisa mengatakan:

هم سئلوا – hum sa-a-luu : mereka bertanya.

Nah, kalau mereka itu saling bertanya kepada satu sama lain, maka kita mengatakan:

هم تسائلوا – hum tasaa-a-luu : mereka saling bertanya.

Kata تسائلوا – tasaa-a-luu, adalah KKL KKT-4, sedangkan bentuk KKS KKT-4 nya adalah

هم يتسائلون – hum yatasaa-a-luun: mereka saling bertanya.

Nah, kira-kira kebayangkan apa itu KKT-4.

Kita kasih contoh lain ya, KKT-4 itu dalam surat An-Naba’ ayat 1.

عمّ يتسائلون – ‘amma yatasaa-a-luun : tentang apa mereka saling bertanya.

Perhatikan kata عمَ – ‘amma, asalnya adalah:

عن = tentang
ما = apa

Jika digabung, alif pada maa hilang sehingga menjadi عمّ – ‘amma. Nah يتسائلون – yatasaa-a-luun :mereka saling bertanya, adalah KKT-4 dari سئل sa-a-la.

Apa esensinya? Perhatikan bahwa KKT-4 ini dipakai untuk menjelaskan suatu kata kerja yang dilakukan oleh beberapa orang dalam makna saling (saling berinteraksi).

Contoh di surat Al-‘Ashr ini juga begitu. Lihat kembali:

وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر

Kata تواصوا – tawaashaw, diatas adalah KKL KKT-4 dari kata وصى – washaa : dia menasehati, atau وصوا – washaw : mereka menasehati. Nah kalau “mereka saling menasehati”, kita tambahkan awalan ت dan sisipan ا , sehingga menjadi تواصوا – tawaashaw.

Contoh lain dari KKT-4 ini ada di surat Al-Muthaffifin (83) ayat 30

وإذا مرَوا بهم يتغامزون – wa idzaa marruu bihim yataghaamazuun : Dan apabila (orang-orang yang beriman) lewat di hadapan mereka, mereka saling mengedipkan matanya.

Lihat disitu kata يتغامزون – yataghaamazuun, adalah KKS KKT-4, sedangkan KKL KKT-4 nya تغامزوا – taghaamazuu. Ada tambahan ta diawal dan sisipan alif setelah gho. Yang artinya saling mengedipkan mata. Sedangkan kalau tambahan ta dan alif itu dibuang, maka artinya “mengedipkan mata” (tidak “saling mengedipkan mata”).

Demikianlah telah kita tuntaskan pembahasan surat Al-‘Ashr ini. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan topik-topik lainnya.

Saturday, December 8, 2007

More from Tabelbala

“əl`əyš ṭazu, əlma iri العيش طازو، الماء إيري
əlləṛḍ gəndza, ssma bini.” الأرض قندا، السما بيني

“Couscous is ṭazu, water iri,
earth is gəndza, sky bini.”

- A locally widely known ditty summarising Kwarandjie. Its antiquity is shown by the second line: across Songhay ganda and beene mean “earth” and “sky”, but in Kwarandjie their cognates have been restricted to “down” and “up”, with “earth” and “sky” normally expressed by dzəw and igərwən respectively - and the latter, while Berber, appears from the absence of an a before the w to have been borrowed not from Middle Atlas Tamazight nor Tabeldit (“ksours sud-oranien”) nor but from a language similar to Zenaga, which has not been spoken around here since the Reguibat's ancestors reached the area some five hundred plus years ago. Readers who know a little Berber may assume the r is a typo, as I at first did on reading Cancel, but it is not: I take it to be the product of dissimilation (n...n > l...n) plus the common Kwarandjie sound shift l > r. On the other hand, for the rhyme (such as it is) to work, the sound changes –e > -i and –a- > -e- [and thence to > i] / _r, at least, must already have happened.

The work continues. I've filled up five notebooks and made another few recordings, some quite interesting; my sketch grammar has reached 30 pages. I've gotten to know quite a large number of faces, something I find far more difficult than memorising words - although the latter is made easier by the habit of many people in this town of testing my knowledge of every noun they can think of on the spur of the moment.

Kwaṛa-n-dyəy, like many non-Arabic languages of the region, has a coded register in which Arabic loanwords or other expressions likely to be comprehensible to an outsider listener are replaced with other expressions. This register is quite extensive, and is known to many though not all speakers in all three towns. Since all numbers above 3 are Arabic borrowings, and hiding numbers is often particularly useful in trade, it perforce uses a base-5 counting system based on kembi "hand", a situation with parallels in several other Saharan oases which has led some to the probably mistaken idea that proto-Berber was base 5.

I have an open request from several interested citizens of Tabelbala for a competent archeologist, geologist, paleontologist, or other specialist in disciplines relevant to understanding and preserving the area's heritage to come and study. If you know or are such a person, please take note: you will find ample assistance and encouragement, and be welcomed hospitably. (Relevant bibliographical references would also be great.) The ruins of several medieval if not older towns are buried under the sands here, and some people at least would like to see them studied. You would be expected to make whatever information you find available to the town's citizens, and to help lobby for a local museum to put them in.

Qriqesh just came in, and requests that I put his nickname online for all to see: so here it is. (His real name is Abdallah Yahiaoui.)

Topik 63: Jamak Muannats Salim

Bismillahirrahmanirrahim

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Pada topik ini kita akan bahas mengenai Jamak Muannats Salim. Apa itu?

Sebagaimana diketahui jenis kata benda dalam bahasa Arab ada 2, yaitu:
1. Mudzakkar (pria)
2. Muannats (wanita)

Pembagian tersebut berdasarkan sima’i (apa yang didengar) dari perkataan orang Arab. Contoh kata benda yang berjenis Mudzakkar:

البيت – al-baytu : rumah
الولد – al-waladu : anak laki-laki
الرجال – ar-rijaalu : laki-laki dewasa
الباب – al-baabu : pintu
الكتاب – al-kitaabu : buku
القلم – al-qolamu : pena
الفتى – al-fataa : pemuda

Semua kata benda diatas adalah kata benda berjenis mudzakkar. Dan semuanya adalah kata benda tunggal.

Bagaimana bentuk dual (dua buah/dua orang)? Oh ya, bentuk dual ini, saya baru tahu loh, ada. Karena selama ini hanya kenal bahasa Inggris dan Indonesia saja, saya kaget juga begitu tahu, ooo... ternyata di bahasa Arab ada bentuk dual. Dan bentuk dual ini, alhamdulillah, bukan sima’i (alias ada rumusnya). Rumusnya sederhana, tambahkan alif dan nun ( ان ). Sehingga kalau diterapkan di contoh-contoh diatas:

البيت – al-baytu : satu rumah, menjadi البيتان – al-baytaan : dua rumah
الولد – al-waladu: satu anak laki-laki, menjadi الولدان – al-waladaan : dua anak laki-laki
البنت – al-bintu : satu anak perempuan, menjadi البنتان – al-bintaan : dua anak perempuan (eh ngomong2x pulau bintan itu, apa ngambil dari bahasa Arab ya?)

Dan seterusnya. Nah bagaimana, bentuk 3 buah atau 3 orang atau lebih. Ini disebut jamak. Nah kata-kata diatas, bentuk jamaknya, susaaaaaah…. Harus diahafalin… wekk… Orang udah umuran kayak saya ini paling sukar ngafal hik hik… So, singkat kata, jamak mudzakkar itu ada 2 macam. Ada yang teratur (ada rumusnya), ada yang tidak teratur (tidak ada rumusnya, alias harus dihafal jek!!!)

Nah yang beraturan itu disebut: Jamak Salim. Sedangkan yang tidak beraturan disebut Jamak Taksir.

Contoh kata-kata diatas:
البيت – al-baytu : satu rumah. Banyak rumah? البيوت – al-buyuut : banyak rumah. (Ngomong-ngomong dibahasa kita bapaknya kakek disebut buyut, kan?)

Gimana aturannya dari baytu menjadi buyuut? Gak ada. Alias harus dihafal. Jadi singkat cerita, kalau bicara Jamak Mudzakkar, itu lebih kompleks fren... Kudu musti minum gingobiloba (obat vitamin otak -red)... hehehe... Sangking rada kompleks biasanya buku bahasa Arab, misahin dalam satu atau dua bab sendiri, untuk mbahas jamak mudzakkar ini.

Leh leh leh... BTW, kita kan harusnya ngomogin Jamak Muannats Salim (Jamak Perempuan Beraturan) ya...? Eh iya...ya... Kan kita lagi bahas surat Al-Ashr ayat 3...Oke oke... Kembali ke jalan yang benar...

Ingat lagi ayat 3 Surat Al-‘Ashr:

وعملوا الصالحات – wa ‘amiluu ash-shoolihaati

Nah kita sudah bahas kan, masalah waw alif pada kata ‘aamiluu. Sekarang kita bahas kata الصالحات – ash-shoolihaat: yang sholeh-sholeh. Ini adalah kata jadian dari kata kerja صلح – sholiha : sholeh (kata kerja). Lalu isim fai’il (kata kerja pelaku) dari kata sholih tersebut adalah: صالح -shoolihun: yang artinya yang sholih. Kata ini sebenarnya adalah kata shifat, yang setara dengan isim fa’il.

Oke, kita kembali:

الصالح - ash-shoolih: yang sholeh (tunggal)
الصالحان - ash-shoolihaan: dua yang sholeh
الصالحون – ash-shoolihuun : yang sholeh-sholeh – Jamak Mudzakkar Salim

Sekarang kalau kata الصالح – ash-shoolih jika berbentuk Muannats, maka perubahannya sbb:

الصالحة - ash-shoolihah: yang sholeh (tunggal)
الصالحتان - ash-shoolihataan: dua yang sholeh
الصالحات – ash-shoolihaat : yang sholeh-sholeh – Jamak Muannats Salim

Lihat bahwa membentuk Jamak Muannats Salim, sangat sederhana rumusnya. Apa itu? Huruf ta marbuthoh nya ( ـة) diganti menjadi ات . Contohnya:

مسلمة – muslimatun (bisa juga dibaca muslimah): 1 orang wanita muslim
مسلمات – muslimaatun (bisa juga dibaca muslimaat): banyak wanita muslim

الكرة – al-kurah : 1 buah bola
الكرات – al-kuraat : banyak bola

مسرورة – masruuratun : 1 wanita bahagia
مسرورات – masruuraatun : banyak wanita bahagia

شيارة – sayyarah : 1 buah mobil
شيارات – sayyaraat : banyak mobil

Dan banyak lagi kata-kata jamak muannats salim yang bisa dibuat. Intinya kalau bertemu dengan satu kata yang diakhiri dengan ta-marbuthah ةatau ـة maka dapat diduga itu adalah kata benda untuk muannats (wanita) tunggal. Jika ingin membentuk kata jamaknya maka tinggal diubah menjadi ات .

Dalam kalimat kita bisa buat sbb:

This is a car: هذه شيارة – hadzihi syayyaarah : ini sebuah mobil
These are two cars: هاتان شيارتان – haataani syayyaarataan : ini dua buah mobil
These are cars : هآألآء شيارات – haaulaa-i syayyaaraat : ini banyak mobil

Lihat bahwa kata benda penunjuk (isim isyaroh) mengikuti bentuk kata bendanya.

Jika kalimatnya kita buat panjang, artinya kata benda tersebut kita tambahkan lagi shifat, maka contohnya sebagai berikut.

This is the new ball: هذه الكرة الجديدة – hadzihi al-kuratu al-jadiidatu : ini sebuah bola baru.

Lihat juga bahwa shifat (الجديد – al-jadiid) juga mengikuti kata yang dia shifati. Karena kata al-kuratu (bisa dibaca al-kurah) adalah muannats, maka kata shifat nya juga harus muannats. Muannatst nya الجديد – al-jadiid, adalah الجديدة – al-jadiidah (atau al-jadiidatu). Lebih lanjut untuk dual dan jamaknya, sbb:

These are the two new balls: هاتان اكرتان الجديدتان – haataani al-kurataan al-jadiidataan: ini dua buah bola baru.

These are the new balls: هآألآء الكرات الجديدات – haaulaa-i al-kuraat al-jadiidaat : ini bola-bola baru.

Kembali ke topik kita tentang surat Al-Ashr ayat 3:

وعملوا الصالحات – wa ‘amiluu ash-shoolihaati : dan mereka mengerjakan (amalan) yang sholeh-sholeh.

Kita sebutkan ciri-ciri jamak muannats salim yaitu adanya huruf ات pada akhir kata benda tersebut.

Demikianlah telah kita bahas ayat 3 ini, dan kita segera masuk ke penggalan ke dua ayat ini yaitu وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر – wa tawaashaw bil-haqqi wa tawaashaw bish-shobri. Insya Allah.

Thursday, December 6, 2007

Maghrib on the Beach

Author unknownSunset at the beach, the time for Maghrib prayer had arrivedPreparing to worship the one from Whom his sustenance was derivedStanding firmly in front of Almighty AllahHumbly hoping to gain a place in JannahEyes closed, yet filled with visions of beautySo serene as he fulfilled his religious dutyThe sky painted in orange and pink as the sun slowly setWhat a beautiful, warm day, and

Tips before Heading to Morocco

For those of you planning to go to Morocco for a visit or longer, I have provided some information that should be helpful. As well as I hope this will motivate you to discover more about Morocco.


1. Some Basics

Respecting the Culture of Morocco is the best way to avoid unpleasant situations and misunderstandings. I’d like to call this piece “For best results…"

Tipping in Morocco is expected for just about any service rendered. As a rule of thumb leave 10% in restaurants however for other services such carrying your bags, five to ten dirham is sufficient. A special note, if you plan to take photos of the locals, you should definitely ask first. And it is possible that you will be asked for a tip as well.

Wednesday, December 5, 2007

Topik 62: Lanjutan Latihan Surat Al-‘Ashr ayat 3

Bismillahirrahmanirrahim

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita telah membahas separoh dari ayat 3 surat Al-Ashr. Kita ulangi lagi ya.

إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات – illa alladziina aamanu wa ‘amilu ash-shoolihaat

Illa = kecuali
Alladziina = orang-orang yang
Aamanuu = (orang-orang yang) beriman
Wa = dan
‘aamilu = orang-orang yang beramal
Ash-shoolihaat = yang sholeh

Yang bisa kita pelajari adalah secara ringkas sbb:
1. Bila ada kata Inna .... Illa ..., maka pemberian Inna itu mendukung adanya pengecualian (dengan Illa).
2. Kita pelajari isim mashul, yaitu alladziina. Apa kedudukan dan fungsinya.
3. Kita akan sebutkan lagi ciri-ciri fiil madhy (KKL) untuk pelaku orang ketiga jamak, yaitu adanya waw alif
4. Kita akan pelajari bentuk jamak muannats salim (jamak perempuan beraturan).

Pembahasan 1 dan 2 sudah kita selesaikan pada topik 61. Pada topik ini kita akan bahas mengenai pembahasan 3 dan 4. Insya Allah.

Oke baiklah, kita mulai.

Ambil kata آمنوا وعملوا = (mereka) (telah) beriman dan (mereka) (telah) beramal. Kenapa saya tambahkan (mereka) dan (telah)? Karena kata tersebut menunjukkan pelakunya orang ke 3 jamak (mereka) dan kata kerjanya kata kerja lampau KKL. Sehingga paling pas ditambahkan "telah".

Kita ulang-ulang lagi mengenai jenis-jenis fi’il (verb) atau kata kerja. Dalam bahasa Arab fi’il hanya dibagi dua:
1. KKL (Kata Kerja Lampau) Fi’il Madhy
2. KKS (Kata Kerja Sedang) Fi’il Mudhori’

Kita ambil contoh yang sering kita pakai: to write (menulis) : كتب – يكتب : kataba – yaktubu

Kata KATABA-YAKTUBU itulah entri pertama yang kita lihat dalam kamus. Oh ya, bagi yang belum pernah melihat kamus bahasa Arab, dijamin akan bingung pada awalnya untuk mencari kata dalam kamus tsb. Perlu pembiasaan, dan keterampilan untuk mencari akar kata. Oh ya, akar kata dalam tulisan disini sering disebut juga KKL. Seperti to write (menulis) KKL nya adakah kataba كتب , maka kita cari di KAF ك . Hampir semua (atau sebagian besar) kata dalam bahasa arab, khususnya kata kerja dan kata benda terdiri dari akar kata (KKL) tiga huruf. Seperti to write (menulis), KKL nya كتب – kataba, dan KKS nya يكتب – yaktubu.

Oh iya ingat-ingat kembali bahwa kata kerja itu dalam bahasa Arab, aslinya kebanyakan berbentuk 3 huruf. Sedangkan dari kata kerja asli itu bisa kita bentuk KKT – Kata Kerja Turunan. Ada 8 jenis bentuk kata kerja turunan. Sehingga secara pola kata كتب - kataba itu bisa kita bentuk menjadi 8 bentuk kata kerja baru, yang kita sebut KKT-1, KKT-2, dst, sampai KKT-8.

Balik lagi ke fungsi kamus, dan cara membaca kamus bahasa Arab. Di kamus bahasa Arab, kata-kata disusun berdasarkan entri KKL dari Kata Kerja Asli. Contoh: kalau kita menemukan kata قاتل – qoo ta la, maka bagaimana cara mencari di Kamus?

Atau kalau kita menemukan kata ينزل – yunzilu, nah bagaimana cara mencari arti kata itu di Kamus?

Ini perlu latihan. Sekali lagi latihan. Apa? Latihan. Hehe... Ya, practice makes perfect, kan. Oke kalau kita lihat lagi contoh soal:

Kata قاتل –qootala, maka kita tahu bahwa ini adalah bentuk dari KKT-2 (artinya bukan Kata Kerja Asli, tapi KK Turunan). Lho-lho ntar dulu, kok Mas tahu ini KKT-2. Hmm ini sudah dijelaskan dulu rasanya. Tapi baiklah, mengulang-ulang pelajaran itu membuat lebih ingat. KKT-2 itu ada tambahan alif setelah huruf pertama dari KKL nya.

Kalau قاتل – qootala, adalah KKT-2, dan katanya KKT-2 itu ada tambahan alif, berarti alif dalam qootala itu adalah tambahan. Kalau saya buang maka dia berubah jadi KK Asli. Benar gak? Benar! Anda tepat sekali.

Dengan kata lain kata قاتل – harus dicari di entri قتل – qotala. Kalau ketemu, telusuri kata-kata dibawahnya, niscaya dikamus Anda akan bertemu entri قاتل – qootala, nah lihat deh tuh artinya apa. Kurang lebih di kamus urutannya spt ini:

قتل – qotala : membunuh

dibawah entri qotala itu akan ditemukan:

قاتل – qootala: berperang

Oke untuk anzala, lihat lagi topik2x yang lalu, sudah panjang lebar dibahas.Tapi saya ringkas saja, kalau mencari anzala أنزل jangan cari di ALIF أ, tapi carilah di huruf ن. Kenapa, karena alif itu huruf tambahan bagi KKT-1. Sama juga dengan mencari yunzilu ينزل - jangan cari di ي , karena ya itu tambahan bagi fi'il mudhori' (ingat tambahan YA ANITA di fi'il mudhori'). Ah... belum ngerti... oke... baca lagi dari topik 1 ya... pelan-pelan...

Kembali ke laptop… Kita kembali ke ayat :

آمنوا وعملوا - aamanuu ‘amiluu

Ini adalah ciri-ciri KKL yang akan sering kita temukan di dalam Al-Quran. Apa itu yaitu adanya waw alif. وا .

Eit bentar dulu. Huruf Waw Alif itu, tidak hanya mengindikasikan KKL lho... Setidaknya jika ketemu Waw Alif, maka itu hampir pasti Kata Kerja, dan bisa menjadi salah satu dari hal-hal berikut ini, yaitu dia:
1. KKL untuk orang ke 3 atau 2 jamak, atau
2. KKS untuk orang ke 3 atau 2 jamak yang kena huruf amil jazm
3. KK Perintah (fi’il amr) untuk orang ke 2 jamak
4. KKS untuk orang ke 3 atau 2 jamak dalam kalimat syarat jawab

Oke banyak buaaanget sih... puzinggg... Tenang-tenang... yang paling banyak itu adalah no.1. Jadi kalau ketemu kata yang akhirnya adalah waw alif, maka kita bisa duga dia adalah KKL untuk orang ketiga jamak. Contoh surat Al-'Ashr ayat 3 ini.

Contoh Kasus no. 2:

فليعبدوا رب هذا البيت - falya'buduu rabba hadzaa al-bayti (QS. 106:3)
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka'bah).

Perhatikan kata falya'budu itu asalnya sbb:
يعبدون - ya'buduuna = mereka menyembah (KKS)

Karena kemasukan amil jazm (huruf yang menjazmkan) yaitu لِ - li : hendaklah, maka kata itu berubah menjadi
ل + يعبدوا

atau menjadi ليعبدوا - liya'buduu = hendaklah mereka menyembah. Oh ya huruf LI (=hendaklah) ini dalam bahasa Arab disebut Harf LI AMR (huruf Li perintah, untuk orang 3 tunggal atau jamak).

So,lihat lagi contoh 1, 2 diatas, perhatikan lagi kata yang ada waw alif (وا ) di-akhir kata, maka dapat dipastikan itu adalah kata kerja kata kerja yang jika diterjemahkan mereka .... Tinggal dilihat jika depannya ada YA ANITA maka dia KKS. Tapi jika tidak ada YA ANITA seperti آمنوا وعملوا (aamanuu atau 'amiluu), maka kata itu adalah KKL (Kata Kerja Lampau), sehingga kalau mau nerjemahin letterlej: mereka (telah) beriman, mereka (telah) beramal.

Contoh Kasus no. 3:

اعيدلوا هو أكرب للتقوى - i'diluu huwa aqrabu littaqwaa (QS 5:8)
Berbuat adillah kalian, karena dia lebih dekat kepada taqwa.

Perhatikan pada kata i'diluu, ada waw alif disitu, menandakan dia kata kerja untuk orang ke 2 / ke 3 jamak. Dan lihat ada tambahan Alif Amr sebelum ain, menandakan ini Kata Kerja Perintah, untuk orang ke 2 (Ingat Alif Amr itu merujuk kepada perintah bagi orang ke 2, sedangkan LI AMR merujuk kepada orang ke 3 - lihat kasus no. 2).

Contoh Kasus no. 4:

فأينما تولوا فثم وجه الله - fa ainamaa tuwalluu fa tsamma wajhu allahi (QS 1:115)
Maka kemanapun kamu memalingkan mukamu, maka disana (ada) wajah Allah.

Perhatikan disini, ada kalimat syarat: kemanapun kamu memalingkan mukamu, dan ada kalimat jawab: maka disana (ada) wajah Allah.

Perhatikan bahwa asal katanya sbb:
تولون - tuwalluuna : kalian memalingkan, karena dalam posisi kalimat syarat, maka dia berubah menjadi: تولوا - tuwalluu

Atau contoh lain:
إن يجلسوا أجلسْ - in yajlisuu ajlis : jika mereka duduk, (maka) aku(pun) duduk.

Asal kalimatnya begini:
يجلسون أجلسُ - yajlisuuna ajlisuu : mereka duduk, saya duduk.

Kalau kita hendak mengatakan: jika mereka duduk, saya(pun) duduk, maka kedua Kata Kerja tersebut harus di Jazm-kan.

Perhatikan asalnya adalah يجلسون - yajlisuuna = mereka duduk, karena menjadi bagian dari kalimat syarat (jika mereka duduk), maka yajlisuuna, berubah menjadi يجلسوا - yajlisuu (ada waw alif nya). Dan kalimat jawabnya adalah أجلسْ - ajlis (maka sayapun duduk). Lihat kata ini JAZM, maka huruf terakhir harokatnya mati, sehingga dibaca ajlis (tidak boleh ajlisu).

Demikianlah sudah kita bahas dengan panjang lebar, apa faedah melihat adanya وا dalam di sebuah akhir kata. Dimana adanya waw nun ini, kita jadi tahu, itu adalah Kata Kerja untuk pelaku jamak (orang ke 3 atau orang ke 2). Sedangkan apakah dia KKL atau tidak tinggal dilihat, apakah ada tambahan-tambahan YA ANITA didepannya. Nah, yang terjadi disurat Al-'Ashr ayat 3 ini, ayat yang sedang kita latih, adalah kasus waw alif sebagai ciri dari Kata Kerja Lampau (KKL) / fi'il madhy, untuk orang ke 3 jamak (mereka).

Perubahan dari waw nun ون ke waw alif وا pada KKS, secara ringkas disebabkan 2 hal:
1. Kemasukan amil (huruf yang bertugas) menashobkan fi'il mudhory, seperti أن - an, حتى - hatta , dll
2. Kemasukan amil (huruf yang bertugas) menjazmkan fi'il mudhory, seperti لم - lam, ل - li (amr), لا - laa (laa nahi), dll

Selain dari hal itu, maka وا itu ada karena memang bagian dari KKL (bukan karena KKS yang kemasukan amil nashob atau amil jazm.

Bingung gak ya? Semoga gak ya... Next time saya akan usahakan deh mbahas yang mudah-mudah dulu...

Insya Allah topik selanjutnya kita akan bahas Jamak Muannats Salim (Jamak Perempuan Beraturan).

Monday, December 3, 2007

Peace Angel & A Free Man

Hey! I can't remember for the life of me when was the last time somebody updated this blog, it seems like the Iraqi blogodrome is experiencing a menstrual pause, for what it's worth, let's skip speculations and stick to indexing.

Perhaps one of the effects of a religious war of any sort is an angry Godless reaction, while infidel Iraqi bloggers have long been a fixation here, i mean, hey, the first Iraqi blogger was an atheist, but it was not until Iraqi Atheist came about that blogs began to emerge totally focused upon religion-bashing, and today we present to you Iraq The Land of Sand and Ash, this arabic-language blog is heavily inspired by perhaps the most well-known Arab atheist blogger, the Emirati Ben Kerishan, going as far as copying his paragraph-image-paragraph writing rhythm and his own distinct phrases and terms such as 'the Land of Sands', unfortunately, he doesn't seem to possess the same uncanny wit or depth of Kerishan, ending up like a secondhand copycat, he introduces himself as :
في اوائل العشرينيات من عمري تركت العراق,فاقدا كل امالي في ان اعود اليها يوما,القيت بشرا برمجت ادمغتهم بايديولوجيات و افكار رمليه تحدد نمط حياتها و تفكيرها,جاعلين لانفسهم اعداء وهميين وليس لهم اعداء اصلا,انتبهوا هم اعدائكم,و هم يكذبون عليكم

اين هي عقولكم يا امه الرمال؟؟؟


On a less reactionary note, Peace Earth is a friendly blog in its formative weeks, blogging in Arabic about such fundamental truths as friendship, peace, and understanding. on his/her (but more likely her) most recent post, the Angel ponders the relativistic nature of 'best':

هل تذكرون اقلام المدرسة عندما كانا واحدا اطول من الاخر ففي بعض الاحيان كنت افضل الاكبر لانه مريح في الكتابة وفي بعض الاحيان كنت امسك اصغر قلم لكي اتحداه باصابعي الصغيرة اننا نرى الافضل بنسبة احدهما بالاخر انها نظرية النسبية التي قال بها انشتاين في احد الايام و تمشي معنا طوال ايام حياتنا فنحكم على الاشياء والاحداث كما تعلمنا فتكون هنالك افضلية لما هو اكبر واجمل واغنى ليس هنالك مشكلة في هذا انه شيء نسبي وموجود كل شيء ياخذ حقه في هذا ولكن المشكلة عندما يوجد شخص يحاول ان يصبح الافضل بان يقمع غيره ويحبطه ولايتكلم الا عن اشياء سلبية قد لاتوجد في الاخرين في الواقع! انهم الضعاف في علم النفس تسمى هذه بالاسقاط بان يحاول الفرد يخفي عيوبه عن طريق القاءها على غيره انهم نماذج موجودة بكثرة من لايعرفون طرق النجاح ولكن وان اصبحوا ناجحين يوجد دائما من هم افضل منهم انهم في الواقع الاناس الطيبون الذين لايعتبرون ظهور البشر سلما لنجاحهم وسيبقون افضل من كل من سبق انهم اصحاب رسالات السلام...

Abu Hurayrah

"An Abi Hurayrata, radiyallahu anhu, qal.' qala rasul Allahi, sallallahu alayhi wa sailam..." Through this phrase millions of Muslims from the early history of Islam to the present have come to be familiar with the name Abu Hurayrah. In speeches and lectures, in Friday khutbahs and seminars, in the books of hadith and sirah, fiqh and ibadah, the name Abu Hurayrah is mentioned in this fashion: "On

Sunday, December 2, 2007

Glancing at Societal Decay

I do not often leave my abode less it be to complete some task or affair. In fact, I disdain driving through the streets of Kuwait or even when I was living in Atlanta through its streets during the two popular nights of the days at the end of the week, that being Friday and Saturday in the US or Thursday and Friday in Kuwait.

Yet tonight I had remembered at the last moment that I needed to purchase a gift for an individual’s birthday tomorrow that I was forced to leave in the midst of the evening revelry to depart my home for the 3-4 mile trip to Marina Mall primely located on Gulf Road which unfortunately is often filled with vagabond youth cruising on it aimlessly and recklessly.

This brief excursion lasted 1 hour from the time I left until I returned. The normally 5 minute trip to Marina Mall lasted on this night for 20 minute for I left at the peak of the cruising rush hour. To my amazement, in these brief moments I witnessed what could be described no less as the decay of society.

In learning about the cultural norms and practices of the youth, I’ve been told by several sources that a popular way for young men and women to meet in pursuance of romantic intimate relationships with each other is through the car chasing method. I was struck by the primeval cave-man like nature of the practice that I found it very difficult to believe that such a thing occurred save but with perhaps a fringe and desperate element of society. Though not more than a week ago did I receive the same reply to this question.

Yet as I drove on what little stretch of road was necessary to arrive at my destination did I find to my great astonishment that what I had been hearing was the clear truth. I recall the silver sleek mustang with the lone male youth driver cruising parallel through the slow moving traffic to a car full of young women. In front of me, I could see him with his head cocked to the side transfixed on his prey and as though with the growling of the car’s engine I could hear the rapacity of his desires. There appeared to be some communication and then in a sudden spurt of speed he cut in front of them while I had to drive by unable to continue observing the outcome of the incident. I then began noticing the other male youth aimlessly and at times recklessly driving in the street looking at the various cars with young women judging who would be most pliable for their desires. I passed by a car standing in a turn lane where a male youth had perched his upper body fully out of the window cavorting himself in a manner unsettling. Likewise did it seem that the type of car was a telling sign of the character of the individual driving it. The red hot but compact Mercedes convertible with its lone forlorn driver indicated a withdrawn figure who was searching for a materialistic ideal of love while the muscular SUVs and Hummers with their added artistic details to provide a seemingly unique and fresh element of sophistication matched the cavorting drivers wild and erratic behaviors both in their driving and the manner to which they seemed to be writhing to and fro to the music, which from time to time was either Arabic or the latest imported hip hop or rap song.

It seems those that spoke of the changes that have taken place in the past 5 years with regards to the loosening morals and decaying manners of the youth in Kuwait were conscious and aware as I was reminded of their words in this brief but telling outing. Not coincidentally have the recent years when these changes occurred overlap at the same time the rise and spread of the internet; and who else to have learned its uses better than the youth, specifically my generation of 20-30 year olds. The two phenomena are undoubtedly linked and result from the introduction of unlimited and free means of communication and information through the internet in circumventing traditional barriers and institutions that monitored and constrained the behavior of youth.

As I drove further along to my destination I came up a clouded scene of smoke and two cars on the left side of the road along the pavement as though the two had narrowly missed a terrifying accident through a screeching of their brakes. A car pulled to the side to provide assistance as I continued to my destination.

Finally I arrived and strolled through the mall in wonder of the youth who busy themselves with the adornments of their appearance, though it be inwardly the mud and clay of this world, and who come not for any specific task save to fritter away the precious days of their youth in mindless affairs. I then settle on a store and purchase my gift. As I return home I find the drive to be quicker though I pass a second accident where a car hit the one in front of it that was standing at a stop at a red light. I arrive home safe, thankful, and a little bit wiser.

Tuesday, November 27, 2007

Sudanese TeddyGate Follow-Up

Good to see a few moderate Islamic blogs expressing their disgust at the TeddyGate affair. Emirati and The Sudanese Thinker are a couple of welcome Muslim voices who recognise the damage this does to the worldwide image of their religion. Well done guys!

Update: 29-11-07
She has been sentenced to 15 days in jail followed by deportation. This has to be one of the sickest stories I have ever heard. Shame on the Sudanese Government and Islamist extremists everywhere. [Sound of puking offstage].

Sudanese Muslim Offence Level: Rising

The New York Times reports that a British junior school teacher is in jail in Khartoum. Her crime? Offending the Prophet Mohammed (PBUH). It's not reported whether the Prophet has been in touch with anyone to explain about his offendedness, but you know what these Gods and Prophets are like. They never call. They're not even on Facebook.

What actually happened was that the teacher brought a teddy bear into class for a project with the seven-year-old kids. First job: name the bear. 20 out of 23 kids chose Muhammed from a list of eight names.

I don't get this. Really I don't. Why is it considered offensive to give this name to a warm, cuddly toy that kids of all ages love? Is it projecting the wrong image of the Prophet? Would it be ok to name a ferocious warrior toy after Him? And why is it ok for many thousands of men, some of whom have IQs appoaching zero, to be named after him? How is an educated non-Muslim supposed to know what the rules are (answer to last question: you're not - the rules are made up as we go along). And why is everyone assuming that the bear is named after the Prophet - I believe the caretaker at that school is called Muhammed and everyone really likes him.

Once more, Islamic hardliners are making their religion look ridiculous. How sad.

Monday, November 26, 2007

Topik 61: Latihan Surat Al-‘Ashr ayat 2 dan 3

Bismillahirrahmanirrahim.

Para pembaca yang dirahmati Allah SWT. Setelah beberapa hari ini off, maka Insya Allah kita lanjutkan lagi pelajaran kita, dengan melanjutkan latihan surat Al-Ashr. Kita sudah pajang lebar membicarakan kaana, inna, anna, dan terakhir masalah mubtada dan khobar. Apa lagi yang kita akan pelajari? Sebenarnya masalah mubtada dan khobar masih ada kelanjutannya, tetapi kita pending dulu ya… Bosen juga kan, mending kita masuk ke latihan dulu…

Oke baiklah. Kita tuliskan ayat 2 surat Al-‘Ashr:

إنّ الإنسان لفي خسر

Kita sudah membahas Inna yang artinya : sesungguhnya.

Al-Insaana = insan (manusia)
La = sungguh
Fii = dalam
Khusrin = kerugian

Kalimat diatas bisa kita ringkas kan, dengan membuang Inna, dan lam taukid (lam penguat), menjadi:

الإنسانُ في خسر - al-insaanu fii khusrin : manusia itu dalam kerugian

Mubtadanya al-insaanu dan khobarnya fii khusrin. Hanya kalimat diatas kurang ada penekanannya, maka dimasukkanlah Inna dan La. Ingat bahwa dengan memasukkan Inna, maka mubtada al-insaanu berubah menjadi al-insaana.

Oke, itu tadi mengenai ayat 2. Sekarang kita masuk ke ayat 3 penggalan pertama.

إلا الذين آمنوا وعملوا الصالحات – illa alladziina aamanu wa ‘amilu ash-shoolihaat

Illa = kecuali
Alladziina = orang-orang yang
Aamanuu = (orang-orang yang) beriman
Wa = dan
‘aamilu = orang-orang yang beramal
Ash-shoolihaat = yang sholeh

Disini banyak sekali pelajaran yang akan kita petik. Insya Allah. Apa saja?

Yang bisa kita pelajari adalah secara ringkas sbb:
1. Bila ada kata Inna .... Illa ..., maka pemberian Inna itu mendukung adanya pengecualian (dengan Illa).
2. Kita pelajari isim mashul, yaitu alladziina. Apa kedudukan dan fungsinya.
3. Kita akan sebutkan lagi ciri-ciri fiil madhy (KKL) untuk pelaku orang ketiga jamak, yaitu adanya waw alif
4. Kita akan pelajari bentuk jamak muannats salim (jamak perempuan beraturan).

Wuih banyak juga ya. Padahal ini hanya penggalan pertama ayat 3 lho... Insya Allah kita akan tuntaskan pembahasannya dalam topik ini.

Oke, kita lihat yang pertama. Jika kita membaca ayat Al-Quran ada kata Inna .... Illa ... maka ayat tersebut menekankan bahwa sesuatu itu sungguh (inna) akan terjadi demikian, kecuali (illa) suatu kondisi. ”Sesungguhnya manusia itu sungguh dalam kerugian”, kecuali (kondisi).

Biasanya ayat ayat Al-Quran menggunakan illa dalam kondisi seperti ini:
Inna (kata benda + keterangan) Illa (kondisi)
Laa (kata benda + maujuudun) Illa (kondisi)
Laa (KKS) Illa (kondisi)
Maa (KKL) Illa (kondisi)

Contoh:
Inna Illa

فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِّي إِلَّا رَبَّ الْعَالَمِينَ

karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan Semesta Alam (Asy-syuara : 77)

Laa Illa

لا أستاذ إلا عمر – laa ustaadza illa Umaar (tidak ada Ustadz (yang hadir) kecuali Umar)

Laa Illa

لَّا يَمَسُّهُ إِلَّا الْمُطَهَّرُونَ

Tidak ada yang menyentuhnya, kecuali orang yang disucikan (Al-Waqiah:79)

Maa Illa

وَمَا أَضَلَّنَا إِلَّا الْمُجْرِمُونَ

Dan tiadalah yang menyesatkan kami kecuali orang-orang yang berdosa (Asy-syu’ara:99)

Oke saya rasa kita sudah cukup melihat contoh-contoh pemakaian Illa. Sekarang kita masuk ke topik berikutnya yaitu tentang isim maushul (kata penghubung).

ISIM MAUSHUL

Dalam bahasa Indonesia kata penghubung ini disebut kata sambung, dalam bahasa Arab contohnya الذي -alladzi dan الذين – alladziina. Terjemahan yang pas untuk kedua ini adalah: "yang" untuk alladzi dan "orang-orang yang" untuk alladziina. Bentuk lainnya banyak ada alladzaani (untuk 2 orang, atau 2 hal), allati (untuk yang – perempuan) dst.

Tapi yang banyak adalah alladzii dan alladziina.

Contohnya:
أنت مجتهد – anta mujtahidun : Anda orang yang ulet
أنت تدرسُ دائما – anta tadrusu daaiman: Anda senantiasa belajar

Jika digabung:
Anda yang senantiasa belajar adalah orang yang ulet.

أنت الذي يدرسُ دائما مجتهدٌ – anta alladzii yadrusu daaiman mujtahidun

Perhatikan bahwa kalimat pertama dan kalimat kedua jika digabung maka perlu isim maushul. Dalam bahasa Inggris, isim maushul ini sering kali adalah: that, which, who, dsb.

You are diligent.
You always study.

Digabung:

You who always study are diligent.

Shilah

Apa itu shilah? Shilah yaitu kata atau kalimat setelah isim maushul, yang jenisnya harus sama dengan jenis isim maushulnya. Contohnya:

Jika kita pakai alladzii, maka ini merujuk kepada orang ke-3 tunggal, maka shilahnya juga orang ke-3 tunggal. Lihat bedanya:

تدرسُ – tadrusu: belajar (orang kedua tunggal)
يدرسُ – yadrusu: belajar (orang ketiga tunggal)

Pada kalimat awal: kita pakai tadrusu. Tetapi tadrusu berubah menjadi yadrusu, karena dia terletak setelah alladzii. Yadrusu adalah shilah bagi alladzi.

Perhatikan lagi kalimat setelah digabung:

أنت الذي يدرسُ دائما مجتهدٌ – anta alladzii yadrusu daaiman mujtahidun : Anda yang senantiasa belajar adalah orang yang ulet.

Perhatikan dalam kalimat (yang panjang) diatas, mubtada nya anta, dan khobarnya adalah mujtahidun. Sedangkan alladzii yadrusu daaiman adalah pelengkap. Jadi terkadang kalimat yang panjang dalam bahasa Arab itu bisa kita "peras" menjadi hanya mubtada + khobar, sisanya adalah pelengkap kalimat saja. Mengetahui mubtada dan khobar ini akan membantu kita dalam menerjemahkan bahasa Arab al-Quran.

Insya Allah akan kita lanjutkan dengan pembahasan mengulagi fiil madhy dan bentuk jamak muannats salim.

Sunday, November 25, 2007

Update from Tabelbala

I've gotten a clearer idea of the linguistic situation here. Apart from Kwarandjie, which, as I've said, is the main language of three of the four villages (and used to be the lingua franca of the oasis), and of course Arabic, there are a few families here (in Ifrenyu and el-Karti) speaking Tamazight - specifically, the dialects of the Ayt Khebbach and Ayt Atta tribes of southern Morocco. They seem to have traditionally been nomads in the general vicinity who settled down here in the seventies or so, although much outnumbered by the (Hassaniya Arabic speaking) Rgaybat who constitute what little population there is in the desert surrounding Tabelbala. I've been doing a little fieldwork with them, focusing on vocabulary that might be relevant to Kwarandjie etymologies, and have been struck by how rarely they seem to provide the source for Kwarandjie's Berber vocabulary - even when the word is quite common in Berber (as it often is not), like adra for "mountain", they seem to use a different one (in this case, tawrirt). The speakers I've spoken to have a rather impressively large vocabulary, but often seem quite embarrassed to speak the language at all - one at first quoted me a local proverb "Esshelha ma hi klam, weddhen ma hu lidam" - Shelha isn't language like ghee isn't (some sort of highly valued medicinal fat product.)"

The list of tense/aspect/mood particles continue to grow - a particularly impressive example I encountered yesterday was `a-s-a`a-m-k-dri (1S-neg-prox.fut.-subj.-yet-go), meaning something like "I've totally stopped going." (ma tlitsh nruh kamel). Actually, -s-a`a-m is a contraction that probably deserves a single lexical entry, but never mind. Note the `ayns in historic Songhay vocabulary here, deriving from original gh.

The phonological issues I mentioned last turn out to derive historically from deletion of an emphatic r, not from any significant difference in the consonants themselves. Not sure yet how to deal with them synchronically, though...

Saturday, November 24, 2007

Leaving Dubai

I don't think I ever did do a post about our last few days in Dubai, so here goes.

The essential things that we had to accomplish were:
1) Sell/get rid of most of the furniture
2) Sell the car
3) Shut down our Etisalat (phone/internet monopolist) accounts
4) Shut down our DEWA (electricity/water monopolist) account
5) Be ready for the packers/shippers
6) Have a little rest
7) Leave

1) The second-hand stuff market in Dubai is controlled by Pakistani dealers. They will plead poverty and say that no-one wants to buy the kind of stuff we are selling (nearly all IKEA stuff in excellent condition), and offer you a couple of Euros for each item. When you have spat on your hand and agreed the deal, they pull out their wallet to pay you, at which point they see you looking at their huge wad and feel obliged to tell you that they never go anywhere with less than 50,000 Dirhams (€9200), in case they have to buy a car. Bastards, snakes, Sindhis probably*.

2) Selling the car was problematic. I got quite a lot of responses from my advertising, but the damn car could tell something was going on and kept breaking down to try to stop me selling it. In the last week we had: a flat tyre (I never had a wrench that was the right size, so it needed to be taken to the fixers), overheating engine (water pump or something), and finally, just as we were about to drive it to the Traffic Department to complete the ownership transfer formalities, a loose cable on the underside (the guy who was buying it and his buddy are both aircraft engineers - they said the cable was responsible for the changing of the gears: I could have driven it to the Traffic Department, but only in first gear).

So we went to the Traffic Department without the car. This was close to closing time on a Thursday evening. They would not be opening again until Sunday morning, and BetterArf and I were flying out on Saturday night. It comes to our turn in the queue and they tell us that the car needs a new roadworthiness test. I explain that it passed this test only five weeks ago and they say, no, it's a new rule, whenever you transfer ownership of a car, it has to have a fresh test.

Bugger, the car is actually undriveable at this point, and also about fifteen kilometres away. We go to see the facility manager. He is very understanding, and says we can all sign the documents, and the other guys can bring the car and its test certificate on Sunday and finish it off. So, they pay me the balance, express certain doubts about this guy keeping his word (he is a UAE national, they are Sri Lankan, make of that what you will), we exchange email addresses, and hope and pray that this will work out (they sent me an email a few days later: it did work out).

3) Packing day was the 5th of July. Once the packers had arrived, I tootled down to Etisalat in Jebel Ali to shut down my landline, ADSL and mobile accounts. This proved to be much harder than I had expected. The Etisalat billing system was down. No problem, I said, I can check my balances on the Public Cash Payment Machines. No, said the guy, it won't be accurate. Meaning, any outstanding balance will be till 3am this morning, but I might have spent all morning on the phone to my auntie in Australia, and that won't be shown on the outstanding balance until tomorrow. The system in their office is real-time. But it's down. Fecking hell. I couldn't wait around at their office all day until the system came up again. I tried to pay a bit more than the balances we get from the machine, but the guy said he couldn't accept it. So I paid the exact amount, and if I ever move back to the UAE and try to open accounts with Etisalat, they will insist on being paid the outstanding balance.

They did this to me once before - after my first job in Dubai went to ratshit, I left for a bit. Before I left, I tried to pay off all my bills, but they were unable to determine the outstanding amount on my Internet dial-up account. So it kept on going with some kind of monthly rental charge, and by the time I had returned and tried to open new accounts they insisted that I pay them Dhs 700 (€129) to cover the cost of a service that they had not provided and I had obviously not used. Bastardos!

4) I went to the DEWA (electricity/water company) office a couple of weeks before our departure to find out what the score was with final bills etc. I discovered that I could book the disconnection for a certain date/time, and collect/pay the final bill the next day. This would have been cool, because I expected that they would owe me money in the form of a partial refund of my Dhs 1,000 (€184) security deposit.

So I booked the disconnection for 5pm on the 4th July. We were staying at a friend's flat by then, so no power at night was not a problem: we'd also checked with the packers: they would do their work the next day whether there was a/c or not.

When we arrived back at the flat on the morning of the fifth, we still had power (the switches and meters for the power supply live in a room down the hall - DEWA do not need to enter the flat to read the meter/disconnect the supply). Bugger.

The DEWA guy turned up just as all the packing was finished: he said he had disconnected it the day before, and wanted to know who had put it on again. All very odd, and it meant that we could not get a final bill before leaving Dubai. I had phoned them a few times during the day, and got responses like 'what's the rush' and 'what do you expect me to do about it?' DEWA have a few gazillion miles to go in terms of customer service.

5) Global Relocations (the packers/shippers) turned up at the appointed time, and did their work efficiently. I was a bit disappointed that they had no kind of trolley with them (there were some heavy things that we needed to get rid of, and wheels would have been useful: in the end we bribed the guys a bit to carry them out). But everything was wrapped and packed securely (not a single broken item at the Madrid end!). They could have maybe used a few fewer rainforests-worth of paper in packing the kitchen stuff, and the three rolls of bubble-wrap (weight: zero, volume 0.25 cubic metre) should not have been sent! The point here is that the shipping cost is based on volume rather than weight, so our estimated 6-8 cubic metres became about 15 when it was all packed. That really fucked our budget.

Throughout the day we were taking out stuff that was not to be shipped and leaving it out for anybody who wanted it. BetterArf called the security guys to tell them it was all there for the taking - it was interesting to see the pecking-order amongst the guys who turned up.

And just as we were about to leave, our new next-door neighbour showed up. He was happy to take some of the plants. It turns out he has a small-holding in Andalucia and occasionally has to come to Dubai to do some work. Small world eh?

Finally, it was done: I had expected that it would have been finished by about 1pm, but it was actually 5pm by the time they finished: too late to do a proper handover with the landlord. The weekend was upon us.

6) Our stuff is packed and on its way. Now to meet the guys who are buying my car at the Traffic Department. This is the point where we realise that there's something dangling and clicking on the road under the car (see item 2). Park the car, call the guys, and wait.

BetterArf takes a cab down to the Landlord's office to hand in the documents - they finish at 3pm on a Thursday so she stuffs notes through their letterbox.

The indefatiguable car-buyers arrive about an hour later. They lift up the car and have a wriggle underneath it, but need some special tools to fix it. No worries, we all jump into their car and head off to item 2. After the Traffic Department, we head, exhausted, to our sanctuary.
Amazingly, the lovely, lovely Sri Lankans who have insisted on buying my broken-down car despite all of the problems, take us there - there's obviously something magical about my ex-car that I failed to appreciate but which they prize highly. Possibly it's the red paint-job. Or the furry dice.

So, sanctuary; one of BetterArf's colleagues is putting us up for a couple of nights in deepest Jumeirah. They say that moving house is one of lifes most stressful experiences, on a par with bereavement and divorce. They are wrong: this was worse than anything! I was so exhausted that I can't remember what we did that night. Ate a bit, drank a bit, slept a lot, I suppose.

7) And so we left. We had, for the first time, forsaken Dubai Airport: we were booked on Abu Dhabi-based Etihad. I'd heard nothing but good reports about this airline, and their fares were the best around. You can check-in your luggage at their office on Sheikh Zayed Road in Dubai up to (I think) 24 hours before your flight, and take a luxury coach from there to Abu Dhabi Airport. Absolutely bloody fantastic. It can easily take you an hour to drive/taxi to Dubai Airport - depending on traffic; it could be a shitload more and you are always at risk of missing your flight. To Abu Dhabi Airport, it's a virtually guaranteed 45 minutes. The flight was grand, marred only by the fact that the destination was Heathrow, the first-world's worst airport bar none.

Do I miss Dubai? Hardly at all. I do miss my buddies, really I do. And I miss the girl who used to come in and do our mountains of ironing. I miss having an apartment that was big enough to live in and accommodate guests - but next year we will get a bigger one. On the upside, we have proper weather that changes throughout the year, we live in a supremely civilized country, we have a King who tells dickheads like Chavez to 'shut up', we have public transport that works, we have freedom of speech and action, we have democracy, we have a government that doesn't need to launch PR things like 'Dubai Cares' - in general the 'caring' is built into the system, we have so much art and culture that it is difficult to keep up with it all. What we have here is real life. And not a small amount of what BetterArf would describe as 'yabadabadoo'.

I'm still lovin' it.

*This may or may not be racist: but I have met both Indians and Pakistanis who've said 'you trust a Sindhi like you trust a snake'. So nerr.

Thursday, November 22, 2007

Hujjaj Awareness Campaign

Just thought I'd share this message I received on email. Click on the image to view full size.

Tuesday, November 20, 2007

My Hands

An old man, probably some ninety plus years, sat feebly on the park bench. He didn't move, just sat with his head down staring at his hands. When I sat down beside him he didn't acknowledge my presence and the longer I sat I wondered if he was ok.Finally, not really wanting to disturb him but wanting to check on him at the same time, I asked him if he was ok. He raised his head and looked at me

Sunday, November 18, 2007

Social Justice for Migrant Workers

The abuse of migrant workers and domestic servants is often a prevalent topic of discussion in reference to the Persian Gulf countries. While physical abuse occurs in the worst cases, it is often the cheating of these workers of their salary and benefits that is more wide-spread. Domestic servants who work in the private homes of Arabs and expats are female migrant workers from India, Sri Lanka, Indonesia, or the Philippines. Their tasks range from cleaning and cooking to childcare. Although they are involved intimately in maintaining the affairs of house, they are often ignored and treated and not given due consideration as full human beings. There is even a website offering domestic labor service that allows a person to search for a suitable servant based on nationality and religion

Domestic servants are brought to Kuwait from their home countries on a certain type of visa that only permits them to work as domestic servants. Agencies act as the middle-men to bring the workers and arrange their visas and to find them employers. Normally, the domestic servant signs for a two-year contract to work in a person’s home at a salary of about $160 with food and clothing paid for by the employer. After the two years she is entitled for a paid airline ticket by her employer to return to her home country for a vacation.

One particular story I heard recently smacked of avarice. A non-Kuwaiti Arab couple both of whom were doctors had been nice to their maid. Yet as the two year mark approached and the maid wanted to travel, the employers began changing their attitude towards her and telling her that she could only travel for less than the normally granted time. Also, the maid was seeking to be released by her employers so that she could find more profitable work in a store or restaurant. A release requires the employers to sign a document releasing the domestic servant from their employment in order for her to change her visa status so that she may work in more well-paid jobs in a store or restaurant. However, the employers of this maid, who lived a comfortable life and were well-off, attempted to extort money from her by demanding that she pay them an exorbitant amount such as a $1,000 for them to sign the release paper. She refused and was returned to the agency before her two year contract ended allowing her employers to forego the expenditure of her rightfully deserved plane ticket per the stipulations of the contract.

Though it is unfortunate that such incidents occur and there is little recourse for justice for the domestic servants, even in the extreme cases of violence and rape (see this Al-Jazeera English news report that highlights two Indonesian servants that were abused by their sponsors in Kuwait), there is hope that there is a growing awareness among Kuwaitis for the need to redress these abuses and promote social justice. The granddaughter of the current Amir of Kuwait, Bibi Nasser al-Sabah, is involved in the Social Work Society of Kuwait which provides various forms of assistance to migrant workers such as helping detained workers return to their home countries, helping them get medical care, and promoting reforms in the labor laws. She runs a blog promoting social justice for migrant workers.

It is important to note that the problem of domestic worker abuse is not restricted to the Gulf Arabs but is rather a widespread problem stretching from Africa to India to East Asia the roots of which lie in a traditional mentality veiled from the light of education. I remember watching a program in the US that documented abuse of African domestic servants in the US by their African immigrant employers. Though seemingly slow, but yet surely, the light of education will pierce the veils of ignorance as humanity acknowledges the oneness of mankind and the implications thereof.

The tabernacle of unity hath been raised; regard ye not one another as strangers. Ye are the fruits of one tree, and the leaves of one branch.” –Baha’u’llah

Saturday, November 17, 2007

Topik 60: Khobar Muqoddam

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita menyisakan pertanyaan pada topik 59, yaitu apa bahasa Arabnya:

A boy is in the house?

Mas… Kalau:

The boy is in the house, bahasa Arabnya: الولدُ في البيتِ – al-waladu fii al-bayti

Nah kan Mas pernah bilang, kalau kata benda yang belum diketahui, maka tinggal buang AL nya, sehingga al-waladu, buang al, menjadi waladun.

ولدٌ في البيتِ – waladun fii al-bayti

Secara umum sih iya. Anda betul sekali. Hanya saja, dalam bahasa Arab, adalah janggal (jarang dipakai, atau agak aneh), jika mubtada itu bukan kata benda yang tidak definitive (sudah diketahui).

Dalam bahasa Arab ada dua istilah: ma’rifah dan nakiroh.

ولدٌ – waladun : A Boy (seorang anak laki-laki) ini disebut nakiroh (umum, belum spesifik)

الولدُ – al-waladu: The Boy (anak laki-laki itu), ini disebut ma’rifah (jelas anak laki-laki mana yang dimaksud)

Nah kembali ke kalimat diatas:

ولدٌ في البيتِ – waladun fii al-bayti

Mubtada: waladun (nakiroh)
Khobar: fii al-bayti

Kalimat diatas jarang ditemukan, atau janggal. Lalu biar gak janggal gimana dong Mas? Nah orang Arab ada solusinya. Gimana tuh? Solusinya, Khobarnya dikedepankan (muqoddam). Sehingga kalimatnya menjadi:

في البيتِ ولدٌ – fii al-bayti waladun : A boy is in the house, atau bisa juga In the house, (there) is a boy.

Nah terlihat bahwa kadang khobar mengawali kalimat.

Dalam Al-Quran kita sering menemukan khobar muqoddam ini. Contohnya sudah pernah dibahas dulu dalam Surat Al-Baqoroh ayat 10.

في قلوبهم مرضٌ – fii quluubihim maradhun : dalam hati mereka ada penyakit. Atau lebih tepat sebenarnya: Penyakit (ada) dalam hati mereka. Tapi masalahnya karena penyakit itu bersifat general (umum) artinya bisa penyakit apa saja, maka tidak dipakai al-maradhu, tetapi maradhun.

Kalau penyakitnya itu jelas apa jenisnya, maka dipakai al-maradhu. Jika al-maradhu, maka kalimatnya (umumnya) mengikuti pola yang umum yaitu:

المرضُ في قلوبهم – al-maradhu fii quluubihim.

Perhatikan mubtada adalah maradhu (penyakit) sedangkan khobar adalah fii quluubihim (dalam hati mereka).

Dan perhatikan, karena mubtada’nya nakiroh (maradhu), sehingga tidak bisa diawal kalimat, yang akibatnya mubtada “mengalah” menjadi di-akhir kalimat. Jadilah dia menjadi: في قلوبهم مرضٌ – fii quluubihim maradhun : dalam hati mereka ada penyakit, atau Penyakit (ada) dalam hati mereka.

Allahu a’lam bish-showwab.

Topik 59: Jenis-Jenis Khobar

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kali ini kita akan menggali jenis-jenis khobar. Apa saja itu? Oke, kita mulai dengan contoh.

الطالبُ مجتهدٌ – at-thaalibu mujtahidun : Siswa itu rajin

Mana mubtada dan khobar nya? Gampang.

Mubtada: الطالبُ - ath-thaalibu : siswa itu
Khobar: مجتهدٌ – mujtahidun : rajin

Nah, topik kali ini kita akan singgung, apa saja jenis khobar, dan jenis mubtada. Oke perhatikan kalimat diatas.

Mubtada ath-thaalibu, adalah kata benda alam (isim alam)
Khobar mujtahidun, adalah kata benda sifat (isim shifat)

Apa saja jenis Mubtada lain? Jenis mubtada yang lain adalah kata-ganti (isim dhomir).

Kalimat diatas, bisa saya ubah.

The student is diligent: الطالبُ مجتهدٌ – at-thaalibu mujtahidun : Siswa itu rajin
He is diligent: هو مجتهدٌ – huwa mujtahidun : Dia rajin.

Nah dalam kalimat diatas, mana mubtada dan khobar?

Mubtada: huwa – dia
Khobar: mujtahidun – rajin

Itulah 2 bentuk / jenis mubtada’ yang umum dijumpai. Apa itu? Kita ulangi. Mubtada bisa berupa isim alam (nama orang, nama benda, profesi orang, dsb), atau kata ganti (saya, kamu, dia, mereka, dsb).

Ada lagi jenis yang umum juga untuk mubtada, yaitu kata benda penunjuk (isim isyarah). Contohnya: ini, itu.

Saya katakan sbb:

ذلك البيتُ – dzalika al-baytu: itu rumah. That is the house.
هذا ولدٌ – hadza waladun : ini seorang anak laki-laki. This is a boy.
هذا الولدُ – hadza al-waladu : ini seorang anak laki-laki itu. This is the boy.

Nah mubtada dalam tiga kalimat diatas adalah: dzalika (itu) dan hadza (ini). Sedangkan khobarnya adalah al-baytu (rumah [yang sudah diketahui oleh lawan bicara]), waladun (anak laki-laki [siapapun dia]), atau al-waladu (anak laki-laki [yang sudah diketahui oleh lawan bicara]).

Oke, kita tutup dengan kesimpulan. Mubtada, bisa terdiri dari (salah satu)
1. Isim alam (nama orang, nama benda, profesi, dsb)
2. Kata ganti (saya, dia, mereka, kamu, dsb)
3. Isim isyarah (ini, itu)

Sekarang kita beralih ke jenis-jenis Khobar.

Perhatikan lagi kalimat-kalimat diatas. Rata-rata khobar itu terdiri dari, isim shifat (seperti rajin, malas, besar, ganteng, dll), atau kata benda isim alam (seperti dalam kalimat “itu rumah”).

Sekarang saya kasih contoh, yang mungkin membuat kita bingung.

Apa bedanya:

هذا البيتُ كبيرٌ جديدٌ – hadza al-baytu kabiirun jadiidun

هذا البيتُ الكبيرُ جديدٌ – hadza al-baytu al-kabiiru jadiidun

Bedanya kalau dalam bahasa Inggris lebih terlihat, sbb:

هذا البيتُ كبيرٌ جديدٌ – This house is big (and) new : rumah ini besar (lagi) baru

هذا البيتُ الكبيرُ جديدٌ – This big house is new : rumah besar ini baru

Pada kalimat pertama, mubtada: this house, khobarnya big (and) new
Pada kalimat kedua, mubtada: this big house, khobarnya new

Oke, sampai disini, kita resume-kan, tentang khobar. Khobar dapat terdiri dari isim shifat, isim alam. Sekarang bentuk ke 3.

Bentuk ke-3 Khobar: JER MAJRUR

Oke apa lagi nih Mas? JER MAJRUR. Hehe… istilah ini sering dipakai dalam pelajaran bahasa Arab. Apa itu? Gampangnya saya kasih contoh begini.

dalam rumah: في البيتِ – fii al-bayti.

Ingat-ingat lagi pelajaran kita dulu-dulu banget, tentang huruf jer (kata depan). Contohnya في – fii (didalam), على – ‘alaa (diatas), من – min (dari), إلى – ilaa (ke), dst. Nah kata-kata ini disebut JER. Lalu MAJRUR apa? Majrur adalah kata benda setelah JER. Dalam contoh diatas Majrur nya adalah البيتِ – al-bayti. Lalu gabungan keduanya disebut kalimat JER MAJRUR.

Nah bentuk ke 3 dari khobar ini, dapat berupa jer majrur ini. Contohnya begini.

الولدُ في البيتِ – al-waladu fii al-bayti : The boy in the house – anak laki-laki itu dalam rumah.

Mana mubtada dan khobarnya? Mubtada, pastilah al-waladu. Dan khobarnya adalah JER MAJRUR yaitu fii al-bayti.

Oke ya, semoga yang diatas itu bisa dimengerti. Sekarang ada masalah nih.

Bagaimana kalau, di dalam rumah itu, anak laki-lakinya belum diketahui. Oh ya, sebelumnya, Anda pasti tahu kan apa bedanya dua kalimat ini:

The boy is in the house
A boy is in the house

Dalam kalimat kedua, anak laki-lakinya belum diketahui. Bisa anak siapa saja. Sehingga dipakai A Boy (waladun, bukan al-waladu). Sedangkan dalam kalimat pertama, anak laki-lakinya adalah sudah diketahui, misal Anaknya Bang Faisal, misalkan. Dalam kalimat pertama, karena Boy nya sudah diketahui maka dipakai The (atau al, sehingga menjadi al-waladu)

Dalam bahasa Arab, kedua kalimat itu sebagai berikut.

The boy is in the house : الولدُ في البيتِ
A boy is in the house : ???

Apa kira-kira yang akan Anda isi untuk ??? diatas. Jawabannya Insya Allah di topik selanjutnya. Ini masuk dalam Bab Khobar Muqoddam (khobar yang didahulukan). Baca topik selanjutnya.

Topik 58: Inna dan saudara-saudaranya

Bismillahirrahmanirrahim.

Pembaca yang dirahmati Allah SWT. Kita sebenarnya akan melanjutkan pembahasan surat Al-‘Ashr ayat 2. Sebagaimana telah disampaikan kita menghadapi Inna di awal ayat kedua ini. Pembahasan إنَّ sangat dekat dengan pembahasan mubtada dan khobar. Telah kita lihat bahwa pengetahuan mengenai mubtada dan khobar ini sangat penting. Karena yang mempengaruhi mubtada dan khobar itu ada dua kelompok:

كان dan saudara-saudaranya.
إنَّ dan saudara-saudaranya.

Nah, saudara-saudara kaana itu banyak. Saudara-saudara inna juga banyak, suatu saat kita akan ketemu. Tapi untuk sekedar contoh, saudara-saudara إنَّ itu ada 5, diantaranya لعل – la’alla, dan ليت – layta. Dua-duanya artinya semoga, dengan beda maksud. La’alla adalah harapan yang mungkin terjadi, sedangkan layta adalah harapan yang mustahil terjadi.

Contohnya:

زيدٌ عالمٌ – Zaidun ‘aalimun : Zaid adalah orang yang berpengetahuan

Jika kita tambahkan inna, menjadi:

إنَّ زيدً عالمٌ – Inna Zaidan ‘aalimun : Sesungguhnya Zaid adalah orang yang berpengetahuan

Nah kita bisa mengganti inna dengan la’alla atau layta:

لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

Perhatikan fungsi la’alla dan layta, sama dengan fungsi inna, yaitu menashobkan mubtada dan merafa’kan khobar. Lihat bahwa Zaidun (rofa’) setelah kemasukan inna, atau saudara-saudara inna (spt. La’alla dan layta), maka mubtada itu jadi nashob (dari Zaidun berubah menjadi Zaidan).

Perhatikan beda la’alla dengan layta diatas. Kalimat pertama, kemungkinan besar terjadi.

لعل زيدً عالمٌ – la’alla Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan

Misalkan tampak Zaid itu memang anaknya rajin, sehingga kemungkinan dia jadi orang alim, sangat besar.

Nah beda halnya dengan kalimat kedua. Misalkan telah diketahui umum bahwa Zaid itu anaknya idiot. Maka mengharapkan Zaid menjadi orang yang berilmu, tentu sia-sia, alias mustahil. Maka la’alla tidak tepat digunakan. Tetapi yang digunakan adalah layta.

ليت زيدً عالمٌ – layta Zaidan ‘aalimun: Semoga Zaid (jadi) orang yang berpengetahuan --> yang tidak mungkin terjadi, karena Zaid idiot, misalkan.

Atau seperti saya katakan:

ليت النارَ باردةٌ – layta an-naara baaridatun : semoga api itu dingin

Mengharap sifat api jadi dingin tentu mustahil. Makanya kita pakai layta.

Oke apa pelajaran yang kita dapatkan di topik ini? Ya, kita sudah lihat bahwa teman-teman inna itu cukup banyak, ada 5 (saya baru sebut 2 kan, yaitu la’alla dan layta). Teman-teman kaana juga banyak. Nah akan sangat untung kita, kalau kita tahu apa tugas kaana (dan saudara-saudaranya) dan apa tugas inna (dan saudara-saudaranya).

Oke, satu lagi, saudara Inna adalah Anna (hehe berarti saya sudah kasih tahu 3 ya).

Oke Anna sama dengan Inna, secara fungsi dan arti. Bedanya apa? Bedanya, kalau Inna ada diawal kalimat, kalau Anna ada ditengah kalimat.

Contohnya:

Saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang yang berilmu.

فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, sesungguhnya Zaid itu orang berilmu.

Perhatikan bahwa awal kalimatnya adalah fahimtu (saya paham). Karena Inna tidak diawal kalimat, maka dia berubah menjadi Anna.

Oh ya terkadang dalam terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, karena anna terletak di tengah kalimat, maka dia sering diterjemahkan dengan “bahwasannya”, sehingga contoh diatas menjadi:

فهمتُ أنَّ زيدً عالمٌ – fahimtu anna Zaidun ‘aalimun : saya paham, bahwasannya Zaid itu orang berilmu.

Oke, topik mengenai mubtada dan khobar ini masih belum selesai. Insya Allah kita akan lanjutkan dengan jenis-jenis khobar (prediket).